Mukadimah
Di antara kebiasaan sebagian kaum
muslimin di dunia Islam, mereka membaca surat Yasin untuk meringankan
proses naza’ (sakaratul maut). Sebagian menolak ini dan menganggapnya
sebagai amalan bid’ah dhalalah. Sebagian lain membolehkannya, bahkan
menganjurkannya. Sama dengan hal ini, yakni membacanya ketika sudah
wafat baik dengan tujuan meringankannya atau mengirim pahala bacaannya,
baik di baca di sisi mayit atau di kubur.
Sebenarnya, bagaimanakan masalah ini?
I. Membaca Yasin atau Surat lainnya Untuk Orang Sakaratul Maut
Dari Ma’qil bin Yasar Radhiallahu ‘Anhu, bahwa Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam bersabda:
اقْرَءُوا عَلَى مَوْتَاكُمْ يس
“Bacalah surat Yasin kepada orang yang menjelang wafat di antara kalian.”
Takhrij Hadits :
Hadits ini dikeluarkan oleh:
- Imam Abu Daud dalam Sunannya, Kitab Al Janaiz Bab Qira’ah ‘Indal Mayyit, No. 3121
- Imam Ahmad dalam Musnadnya, Jilid. 5, No. 19416
- Imam Ibnu Hibban dalam kitab
Shahihnya, Kitab Al Janaiz wa Maa Yata’alaqu biha Muqaddiman wa
Mu’akhiran Fashl fi Al Muhtadhar, No. 3002.
- Imam Ibnu Majah dalam kitab Sunannya, Kitab Al Janaiz Bab Maa Ja’a fimaa Yuqalu ‘Indal Maridh Idza Hadhara, No. 1448
- Imam Ath Thabarani dalam Al Mu’jam Al Kabir, No. 16904
- Imam Al Baihaqi dalam Syu’abul Iman, No. 2356
Kedudukan Hadits:
Dengan dimasukannya hadits ini dalam
kitab Shahih-nya Imam Ibnu Hibban, maka menurutnya hadits ini adalah
shahih. Hal ini juga ditegaskan oleh Al Hafizh Ibnu Hajar Al Asqalani.
(Bulughul Maram, Kitabul Janaiz, no. 437. Cet.1, Darul Kutub Al
Islamiyah)
Sementara, Syaikh Muhammad
Nashiruddin Al Albani mendhaifkan hadits ini. (lihat Irwa’ul Ghalil No.
688, Misykat Al Mashabih No. 1622, Dhaif Al Jami’ush Shaghir No. 1072,
Shahih wa Dhaif Sunan Abi Daud No. 3121, dan Shahih wa Dhaif Sunan Ibni
Majah No. 1448)
Imam Ash Shan’ani menjelaskan, bahwa
Imam Ibnul Al Qaththan menyatakan adanya cacat pada hadits ini yakni
idhthirab (goncang), dan mauquf (hanya sampai sahabat nabi), dan
terdapat rawi (periwayat) yang majhul (tidak dikenal) yakni Abu Utsman
dan ayahnya. Sementara, Imam Ibnul ‘Arabi mengutip dari Imam Ad
Daruquthni, yang mengatakan bahwa hadits ini sanadnya mudhtharib
(goncang), majhulul matni (redaksinya tidak dikenal), dan tidak shahih
satu pun hadits dalam bab ini (tentang Yasin). (Subulus Salam, 3/63.
Lihat juga Al Hafizh Ibnu Hajar, Talkhish Al Habir, No. 734, Darul Kutub
Al ‘Ilmiyah. Imam Asy Syaukani, Nailul Authar, 4/ 22. Maktabah Ad
Da’wah Al Islamiyah)
Namun demikian, kelemahan hadits ini diperkuat oleh riwayat lainnya.
Imam Ahmad dalam Musnad-nya,
mengatakan, telah berkata kepada kami Abul Mughirah, telah berkata
kepada kami Shafwan, katanya: “Dahulu para masyayikh (guru) mengatakan
jika dibacakan surat Yasin di sisi mayit, maka itu akan meringankannya.”
Pengarang Musnad Al Firdaus telah
menyandarkan riwayat ini, dari Abu Darda’ dan Abu Dzar, mereka
mengatakan bahwa Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam bersabda:
“Tidaklah seorang mayit meninggal lalu dibacakan surat Yasin di sisinya,
melainkan Allah Ta’ala akan memudahkannya.”
Lalu, Imam Ash Shan’ani mengatakan,
bahwa dua riwayat inilah yang menguatkan penshahihan yang dilakukan Imam
Ibnu Hibban, yang maknanya adalah menjelang kematian (bukan dibaca
sesudah wafat, pen), dan dua riwayat ini lebih jelas dibanding riwayat
yang dijadikan dalil olehnya. (Subulus Salam, Ibid. At Talkhish Al
Habir, Ibid. Nailul Authar, Ibid)
Sebagian kalangan mendhaifkan
riwayat Imam Ahmad, dari Abul Mughirah, dari Shafwan di atas, karena dua
faktor. Pertama, kesamaran (mubham) para masyayikh, siapa mereka?
Kedua, dalam sanadnya terdapat Shalih bin Syuraih yang dinilai majhul
(tidak dikenal) oleh Imam Abu Zur’ah.
Namun, hal ini telah dijawab, bahwa
masyayikh di atas adalah para sahabat nabi, sebagaimana kata Al Hafizh
Ibnu Hajar. Maka tidak benar jika dikatakan mubham (samar). Ada pun
Shalih bin Syuraih, hanya dianggap majhul oleh Abu Zur’ah, sedangkan
para imam lain mengambil hadits darinya.
Imam Adz Dzahabi memberikan jawaban yang mengoreksi pendapat Abu Zur'ah, Katanya:
قال أبو زرعة: مجهول قلت: روى عنه جماعة
Berkata Abu Zur'ah: Majhul. Aku katakan: "Jamaah (ahli hadits) telah meriwayatkan darinya." (Mizanul I'tidal, 2/295)
Apa yang dikatakan oleh Imam Adz
Dzahabi sebagai netralisir dari anggapan Imam Abu Zur'ah atas kemajhulan
Shalih bin Syuraih. Justru Imam Abu Hatim sendiri menceritakan jati
diri Shalih bin Syuraih ini, katanya:
صالح بن شريح كاتب عبد الله بن قرط وكان عبد الله بن قرط أميرا لأبي عبيدة بن الجراح على حمص
"Shalih bin Syuraih adalah seorang
sekretaris Abdullah bin Qurth, dan Abdullah bin Qurth adalah pemimpin
daerah Himsh yang diangkat Abu Ubaidah bin Al Jarrah." (Al Jarh wat
Ta'dil, No. 1775)
Maka, penghasanan yang dilakukan oleh Al Hafizh Ibnu Hajar, tidak salah. Insya Allah
Ibnu ‘Alan dalam Syarh Al Adzkar
menerangkan bahwa Imam Ibnu Hajar juga menjadikan riwayat dari Shafwan
ini sebagai penguat hadits ini, dan menurutnya riwayat Shafwan tersebut
adalah mauquf dan sanadnya hasan. Bahkan, Al Hafizh Ibnu Hajar
menghukumi riwayat tersebut adalah marfu’ (sampai kepada Rasulullah)
dengan alasan para masyayikh (guru) tersebut yakni para sahabat dan
tabi’in senior, tidak mungkin berkata menurut pendapat mereka sendiri.
Sementara Ibnu Abi Syaibah meriwayatkan, dengan sanad shahih, dari
jalan Abu Sya’tsa’ Jabir bin Zaid, salah seorang tabi’in terpercaya,
bahwa dianjurkan dibacakan di sisi mayit surah Ar Ra’du. (Raudhatul
Muhadditsin, 10/266/4691. Al Adzkar, 1/144)
Tertulis dalam kitab Raudhatul
Muhadditsin, disebutkan bahwa Imam An Nawawi dalam Al Adzkar menyatakan
hadits ini dhaif, lantaran ada dua orang yang majhul (tidak dikenal),
hanya saja –katanya- Imam Abu Daud tidak mendhaifkannya. Namun, Imam An
Nawawi menjadikan hadits ini sebagai dalil sunahnya membaca surat Yasin
dihadapan orang yang sedang menghadapi kematian. (Al Majmu’ Syarh Al
Muhadzdzab, 5/76)
Maka, kedhaifan hadits di atas telah
diperkuat oleh beberapa riwayat lain yang mauquf (dari Abu Darda dan
Abu Dzar) dan marfu’ (riwayat Shafwan) , sehingga penshahihan yang
dilakukan oleh Imam Ibnu Hibban, lalu dikuatkan oleh Al Hafizh Ibnu
Hajar, Imam Ash Shan’ani, Imam Asy Syaukani, dan para imam lainnya
menjadikan hadits ini maqbul (bisa diterima).
Wallahu A’lam
Makna Mautakum
Mautakum berarti orang yang sedang
menghadapi kematian, bukan orang sudah wafat. Imam Ibnu Hajib
mengatakan, maksud hadits ini adalah ketika orang tersebut menjelang
wafat, bukan mayit yang dibacakan Al Quran.(Imam Ahmad An Nafrawi, Al
Fawakih Ad Dawani ‘Ala Risalati Ibni Abi Zaid Al Qairuwani, 3/282).
Al ‘Allamah Abu Bakr Ad Dimyathi
mengatakan, dibacakan ketika menjelang wafat (muqaddimat), karena
sesungguhnya orang wafat tidaklah dibacakan Al Quran. (I’anatuth
Thalibin, 2/107).
Syaikh Abdurrahman Al Mubarakfuri
mengatakan: “Ketahuilah! Maksud Al Mauta dalam hadits ini adalah orang
yang sedang menghadapi kematian, bukan orang yang sudah mati secara
hakiki.” (Tuhfah Al Ahwadzi, 4/53. Maktabah As Salafiyah)
Imam Abul Hasan As Sindi mengatakan:
“Yakni ketika menghadapi kematian atau sesudah wafat, disebutkan:
tetapi yang benar adalah yang pertama (menghadapi kematian). Karena
mayit tidaklah dibacakan Al Quran .” (Hasyiah As Sindi ‘Ala Ibni Majah,
No. 1438. Mawqi’ Ruh Al Islam)
Syaikh Abdul Muhsin Al ‘Abbad Hafizhahullah mengatakan:
وقوله: (موتاكم) أي: الذين قاربوا الموت، وليس المقصود به الذي مات
“Sabdanya (mautakum): yaitu
orang-orang yang mendekati kematian, bukan maksudnya orang yang sudah
mati.” (Syaikh Abdul Muhsin Al ‘Abbad, Syarh Sunan Abi Daud No. 223.
Maktabah Misykah)
Makna-makna seperti juga disampaikan oleh para imam lainnya seperti Imam An Nawawi, Imam Al Qurthubi, dan lainnya.
Para Ulama Yang Menganjurkan Membaca Yasin di Hadapan Orang Yang Sakaratul Maut
Perlu diketahui, anjuran membaca
surat Yasin dihadapan orang yang sedang sakaratul maut adalah pendapat
jumhur (mayoritas) ulama. Hal ini dikatakan oleh Syaikh Wahbah Az
Zuhaili Hafizhahullah sebagai berikut:
وقال الجمهور: يندب قراءة {يس} لحديث
«اقرؤوا على موتاكم يس» واستحسن بعض متأخري الحنفية والشافعية قراءة
{الرعد} أيضا ً، لقولجابر: «إنها تهون عليه خروج روحه»
والحكمة من قراءة {يس} أن أحوال القيامة والبعث مذكورة فيها، فإذا قرئت عنده، تجدد له ذكر تلك الأحوال.
Jumhur ulama mengatakan: disunahkan
membaca Yasin, lantaran hadits: Bacalah oleh kalian kepada orang yang
menghadapi sakaratul maut, surat Yasin. Sebagian ulama muta’akhirin
(belakangan) dari kalangan Hanafiah dan Syafi’iyah juga memandang baik
membaca surat Ar Ra’du, dengan alasan perkataan Jabir: “Hal itu bisa
meringankan ketika keluarnya ruh.”
Hikmah dibacakannya surat Yasin
adalah bahwa peristiwa kiamat dan hari kebangkitan disebutkan di dalam
srat tersebut. Maka, jika dibacakan di sisinya hal itu bisa memperbarui
ingatannya terhadap peristiwa-peristiwa tersebut. (Al Fiqhul Islami wa
Adillatuhu, 2/599. Maktabah Misykah)
Pendapat ini pun didukung oleh
lembaga fatwa Lajnah Daimah di Kerajaan Saudi Arabia dan Syaikh Shalih
Fauzan Hafizhahullah, sebagaimana yang akan kami paparkan nanti.
Berikut ini adalah sebagian saja para imam yang membolehkan dan menganjurkan membaca surat Yasin bagi orang yang sakaratul maut.
1. Al Imam Al Hafizh Abu Hatim Ibnu Hibban Radhiallahu ‘Anhu, sebagaimana tertera dalam kitab Shahih-nya:
قال أبو حاتم رضى الله تعالى عنه قوله
اقرؤوا على موتاكم يس أراد به من حضرته المنية لا أن الميت يقرأ عليه
وكذلك قوله صلى الله عليه وسلم لقنوا موتاكم لا إله إلا الله
“Berkata Abu Hatim Radhiallahu
‘Anhu, sabdanya: “Bacalah terhadap mautakum surat Yasin.” Maksud
(mautakum) adalah barang siapa yang sedang menghadapi kematian, sebab
mayit tidaklah dibacakan Al Quran atasnya. Demikian pula sabdanya
Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam: Talqinkan mautakum: Laa Ilaha Illallah.”
(Shahih Ibnu Hibban No. 3002)
2. Imam Abu Ishaq Asy Syirazi Rahimahullah, mengatakan dalam kitabnya, Al Muhadzdzab:
ويستحب أن يقرأ عنده سورة يس لما روى معقل بن يسار أن رسول الله صلى الله عليه وسلم قال اقرءوا على موتاكم يعني يس
“Dan disunahkan membaca di sisinya
surat Yasin, karena telah diriwayatkan oleh Ma’qil bin Yasar bahwa
Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam bersabda: “Bacalah oleh kalian
terhadap orang yang sakaratul maut diantara kalian,” yakni Yasin. (Al
Muhadzdzab, 1/126. Mawqi’ Ruh Al Islam)
3. Imam An Nawawi Rahimahullah, mengatakan dalam kitabnya, Al Majmu’ Syarh Al Muhadzdzab:
يُسْتَحَبُّ أَنْ يَقْرَأَ عِنْدَ
المُحْتَضَرِ سُورَةَ (يس) هَكَذَا قَالهُ أَصْحَابُنَا وَاسْتَحَبَّ
بَعْضُ التَّابِعِينَ سُورَةَ الرَّعْدِ أَيْضًا.
“Disunahkan membacakan surat Yasin
di sisi orang yang sedang menghadapi kematian. Demikian ini juga
dikatakan oleh para sahabat kami (syafi’iyah), dan disukai pula oleh
sebagian tabi’in membaca surat Ar Ra’du.” (Al Majmu’ Syarh Al
Muhadzdzab, 5/76. Dar ‘Alim Al Kitab)
4. Imam Ibnu Katsir Rahimahullah, mengatakan dalam tafsirnya:
وكأن قراءتها عند الميت لتنزل الرحمة والبركة، وليسهل عليه خروج الروح، والله أعلم.
“Dan, seakan membacanya di sisi
mayit akan menurunkan rahmat dan berkah, dan memudahkan keluarnya ruh.
Wallahu A’lam” (Tafsir Al Quran Al ‘Azhim, 6/562. Dar An Nasyr wat
Tauzi’)
Maksud mayit dalam kalimat Imam Ibnu Katsir di atas adalah orang yang menjelang wafat, bukan orang yang sudah wafat.
5. Imam Abdul Karim Ar Rafi’i Rahimahullah
Beliau berkata dalam kitab Fathul Aziz Syarh Al Wajiz, biasa disebut Asy Syarhul Kabir:
تتلي عليه سورة يسن لما روى انه صلي
الله عليه وسلم: قال (اقرؤ يس علي موتاكم) واستحب بعض التابعين المتأخرين
قراءة سورة الرعد عنه ايضا
“Dibacakan atasnya surat Yasin,
karena Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam bersabda: “Bacalah Yasin
atas orang yang sakaratul maut di antara kalian.” Disukai oleh sebagian
tabi’in generasi belakangan, untuk membaca surat Ar Ra’du juga.” (Imam
Abdul Karim Ar Rafi’i, Fathul Aziz Syarh Al Wajiz (Asy Syarhul Kabir),
5/110. Darul Fikr)
6. Imam Abul Hasan Muhammad bin Abdil Hadi As Sindi Rahimahullah, mengatakan dalam Hasyiahnya:
أَيْ عَلَى مَنْ حَضَرَهُ الْمَوْت
أَوْ بَعْد الْمَوْت أَيْضًا وَقِيلَ بَلْ الْمُرَاد الْأَوَّل لِأَنَّ
الْمَيِّت لَا يُقْرَأ عَلَيْهِ وَقِيلَ لِأَنَّ سُورَة يس مُشْتَمِلَة
عَلَى أُصُول الْعَقَائِد مِنْ الْبَعْث وَالْقِيَامَة فَيَتَقَوَّى
بِسَمَاعِهَا التَّصْدِيق وَالْإِيمَان حَتَّى يَمُوت .
“Yaitu terhadap orang yang sedang
menghadapi kematian, atau sesudah matinya juga. Dikatakan: tetapi
maksudnya adalah yang pertama (sebelum wafat) karena mayit tidaklah
dibacakan Al Quran atasnya. Dan, disebutkan: karena surat Yasin
mengandung dasar-dasar aqidah; berupa hari kebangkitan, kiamat, maka
dengan mendengarkannya dapat menguatkannya dan membenarkan dan
mengimaninya, sampai dia meninggal.” (Hasyiah As Sindi ‘Ala Ibni Majah,
No. 1438. Mawqi’ Ruh Al Islam)
7. Imam Al Hashfaki Al Hanafi
Dalam Ad Durrul Mukhtar Syarh Tanwir
Al Abshar, Imam Al Hashfaki mengatakan dianjurkan membaca surat Yasin
dan Ar Ra’du buat yang sedang mengalami sakaratul maut. (Imam Al
Hashfaki, Ad Durrul Mukhtar, 2/207. Darul Fikr)
8. Imam Muhammad Amin bin ‘Abidin Al Hanafi
Sementara Imam Ibnu ‘Abidin, dalam
Hasyiah-nya memberikan penjelasan ucapan Imam Al Hashfaki ini dengan
menambahkan hadits: “Bacakanlah orang yang sedang sakaratul maut di
antara kalian, yakni surat Yasin.” Diriwayatkan oleh Abu Daud, dari
Majalid, dari Asy Sya’bi, bahwa dahulu orang-orang Anshar jika ada yang
orang yang sedang sakaratul maut, mereka membacakan surat Al Baqarah.
Dia juga menyebutkan bahwa ulama muta’akhirin (belakangan) menilai baik
membaca Ar Ra’du lantaran ucapan Jabir: bahwa hal itu bisa meringankan
keluarnya ruh. (Imam Ibnu ‘Abidin, Hasyiah Raddul Muhtar ‘Ala Ad Durril
Mukhtar, 2/207. Darul Fikr)
9. Beberapa Imam madzhab Asy Syafi’i
Dalam kitab I’anatuth Thalibin karya
Imam As Sayyid Al Bakri Ad Dimyathi Rahimahullah -yang merupakan syarh
atas kitab Fathul Mu’in-nya Imam Al Malibari- beliau menuturkan beberapa
perkataan para ulama dalam kitabnya itu:
وفي رباعيات أبي بكر الشافعي: ما من مريض يقرأ عند يس إلا مات ريانا، وأدخل قبره ريانا، وحشر يوم القيامة ريانا.
قال الجاربردي: ولعل الحكمة في قراءتها أن أحوال القيامة والبعث مذكورة فيها، فإذا قرئت عليه تجدد له ذكر تلك الاحوال.
(وقوله: والرعد) أي ويسن أن يقرأ عنده الرعد أي لقول جابر بن زيد: فإنها تهون عليه خروج الروح.
Dalam Ruba’iyat, Abu Bakar Asy
Syafi’i berkata, “Tidaklah surat Yasin dibacakan kepada orang sakit
melainkan dia akan wafat dalam keadaan puas (tidak haus), dimasukkan ke
kubur dalam keadaan puas, dan di kumpulkan pada hari kiamat nanti dalam
keadaan puas.”
Berkata Al Jarubardi: “Hikmah
dibacakannya adalah bahwa peristiwa kiamat dan hari kebangkitan
disebutkan dalam surat tersebut, maka jika dibacakan atasnya dia bisa
memperbarui ingatannya atas kejadian-kejadian tersebut.
(Perkataannya: dan surat Ar Ra’du)
artinya disunahkan membaca di sisinya surat Ar Ra’du, yaitu lantaran
ucapan Jabir bin Zaid: Hal itu akan meringankannya ketika keluarnya ruh.
(I’anatuth Thalibin, 2/107)
10. Imam Manshur bin Yusuf Al Bahuti Al Hambali Rahimahullah
Beliau mengatakan dalam kitab Raudhul Murabba’:
ويقرأ عنده سورة يس لقوله صلى الله
عليه وسلم: "اقرؤوا على موتاكم سورة يس" رواه أبو داود ولأنه يسهل خروج
الروح ويقرأ عنده أيضا الفاتحة
“Dan dibacakan surat Yasin di
sisinya, karena Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam bersabda: “Bacalah
Yasin atas orang yang mengahdapi skaratul maut di antara kalian.”
Diriwayatkan oleh Abu Daud. Lantaran ini bisa memudahkan keluarnya ruh,
dan juga dibacakan di sisinya surat Al Fatihah.” (Raudhul Murabba’,
1/122. Darul Fikr)
11. Imam Abu Ishaq bin Muflih Al Hambali Rahimahullah
Beliau mengatakan dalam kitab Al Mubdi’ Syarh Al Muqni’:
"ويقرأ عنده سورة "يّس" لقوله عليه
السلام "اقرؤوا {يّس} على موتاكم" رواه أبو داود وابن ماجه وفيه لين من
حديث معقل بن يسار ولأنه يسهل خروج الروح ونص على أنه يقرأ عنده فاتحة
الكتاب وقيل وتبارك.
“Dan dibacakan di sisinya surat
Yasin, karena sabdanya Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam: Bacalah Yasin
untuk orang yang menghadapi kematian di antara kalian. (HR. Abu Daud dan
Ibnu Majah, di dalamnya ada kelemahan, dari hadits Ma’qil bin Yasar)
karena ini bisa memudahkan keluarnya ruh. Dan, katanya hendaknya dibaca
surat Al Fatihah di sisinya. Dikatakan: surat Tabarak (Al Mulk).” (Imam
Ibnu Muflih, Al Mubdi’ Syarh Al Muqni’, 2/196. Mawqi’ Ruh Al Islam)
12. Imam Fakhruddin Ar Razi Rahimahullah
Berkata Imam Fakhruddin Ar Razi
Rahimahullah dalam At Tafsir Al Kabir: “Perintah membaca surat Yasin
kepada orang yang menjelang wafat, karena adanya riwayat dari Rasulullah
Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam: ‘Segala sesuatu memiliki hati, dan
hatinya Al Quran adalah Yasin.’ Hal ini, karena lisan saat itu lemah
kekuatannya dan tak ada harapan, tetapi hati sedang menuju kepada Allah
secara keseluruhannya, maka dibacakan kepadanya apa-apa yang dapat
menguatkan hati dan membantu kayakinannya terhadap tiga perkara mendasar
(ushuluts tsalatsah). Maka, hal itu diperbolehkan dan penting baginya.”
Ini juga berlaku bagi si pembacanya. (Imam Fakhruddin Ar Razi, Al
Tafsir Al Kabir, 13/99)
13. Syaikh Sayyid Sabiq Rahimahullah
Dalam pembahasan sunah-sunah bagi
yang mengurus orang meninggal, beliau mengatakan sunahnya membaca surat
Yasin, berdalil dengan hadits-hadits dan atsar yang telah disebutkan
sebelumnya. (Fiqhus Sunnah, 1/502. Darul Kitab Al ‘Arabi)
14. Syaikh Shalih bin Abdullah Fauzan Hafizhahullah
Dalam kitab Al Mulakhash Al Fiqhi,
beliau tegas mengatakan bahwa membaca Yasin untuk orang yang sedang
menghadapi kematian adalah sunah. Berikut perkataannya:
ويقرأ عنده سورة {يَاسِينَ} ، لقوله
صلى الله عليه وسلم: "اقرأوا على موتاكم سورة ياسين" ، رواه أبو داود وابن
ماجه وصححه ابن حبان، والمراد بقوله: "موتاكم" : من حضرته الوفاة. أما من
مات فأنه لا يقرأ عليه، فالقراءة على الميت بعد موته بدعة، بخلاف القراءة
على الذي يحتضر؛ فإنها سنة
“Membaca di sisinya surat Yasin,
karena Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam bersabda: Bacakanlah orang
yang sedang sakaratul maut di antara kalian, surat Yasin. (HR. Abu Daud,
Ibnu Majah, dan dishahihkan oleh Ibnu Hibban). Dan, maksud Mautakum
adalah orang yang sedang menghadapi kematian, ada pun orang mati
tidaklah dibacakan Al Quran atasnya. Maka membaca Al Quran atas mayit
setelah matinya adalah bid’ah, berbeda dengan membaca untuk yang
menghadapi kematian, maka itu adalah sunah.” (Al Mulakhash Al Fiqhi,
1/296. Mawqi’ Ruh Al Islam)
15. Syaikh Abdul Muhsin Al ‘Abbad Hafizhahullah
Beliau mengatakan dalam Syarh Sunan Abi Daud:
فإنه يكون عند الاحتضار، وليس بعد الموت، فقوله: (موتاكم) أي: الذين قاربوا الموت
“Maka, membacanya itu adalah ketika
menghadapi kematian, bukan setelah kematiannya. Sabdanya (mautakum):
artinya orang-orang yang mendekati kematian.” (Syaikh Abdul Muhsin Al
‘Abbad, Syarh Sunan Abi Daud No. 363. Maktabah Misykah)
16. Syaikh ‘Athiyah bin Muhammad Salim
Beliau berkata dalam Syarh Bulughul Maram:
إذاً: قراءة (يس) على موتانا تكون على
من حضره الموت. والحكمة في ذلك أن الروح تنشط ويخف عليه نزعات الموت،
ويكون أخف عليه مما لو ترك.
“Jadi, membaca Yasin kepada Mautana,
artinya kepada orang yang sedang menghadapi kematian. Hikmahnya adalah
hal demikian agar menggerakan ruh dan meringankannya ketika mengalami
naza’ (sakarul maut), dan itu lebih ringan atasnya dibanding jika
ditinggalkan.” (Syaikh ‘Athiyah bin Muhammad Salim, Syarh Bulughul
Maram, Hal. 113. Maktabah Misykah)
17. Fatwa Lajnah Daimah Kerajaan Saudi Arabia
Dalam fatwa no. 1504, ketika ditanya
apa yang dimaksud dengan hadits: Iqra’uu ‘ala Mautaakum Yasin
(bacakanlah atas orang yang mengalami sakaratul maut di antara kalian,
surat yasin). Mereka memaparkan beberapa hadits (yang sudah kami bahas
di atas), lalu mereka mengatakan:
وعلى هذا فلسنا في حاجة إلى شرح
الحديث؛ لعدم صحته، وعلى تقدير صحته؛ فالمراد به، قراءتها على من حضرته
الوفاة ليتذكر، ويكون آخر عهده بالدنيا سماع تلاوة القرآن، لا قراءتها على
من مات بالفعل، وحمله بعضهم على ظاهره، فاستحب قراءة القرآن على الميت
بالفعل لعدم وجود ما يصرفه عن ظاهره، ونوقش بأنه لو ثبت الحديث وكان هذا
المراد منه لفعله النبي صلى الله عليه وسلم ونقل إلينا لكنه لم يكن ذلك كما
تقدم، ويدل على أن المراد بالموتى في هذا الحديث لو صح: (المحتضرون)؛ ما
رواه مسلم في صحيحه أن النبي صلى الله عليه وسلم قال: « لقنوا موتاكم: لا
إله إلاَّ الله » فإن المرادبهم: المحتضرون، كما في قصة أبي طالب عم النبي
صلى الله عليه وسلم.
وبالله التوفيق وصلى الله على نبينا محمد وآله وصحبه وسلم.
“Atas dasar ini, kami tidaklah
berhajat untuk memberikan penjelasan terhadap hadits ini; tidak
mengingkari keshahihannya dan tidaklah memberikan penilaian atas
keshahihannya, tetapi maksud dari hadits itu adalah membacanya ketika
dia menjelang wafat untuk memberikannya peringatan, dan menjadikan akhir
hidupnya di dunia adalah mendengarkan Al Quran, dan bukanlah yang
dimaksud adalah membacanya buat orang yang sudah wafat, dan sebagian
mereka ada yang memahami maknanya secara zhahirnya dan mereka
menyunnahkan membaca Al Quran untuk mayit dan mengingkari makna selain
zhahirnya, kami membahasnya dengan keadaan seandainya hadits ini shahih.
Dan makna dari ini adalah menunjukkan perbuatan Nabi Shallallahu
‘Alaihi wa Sallam, dan itu telah dinukil kepada kami, tetapi hal itu
tidaklah terjadi sebagaimana penjelasan lalu, Hadits ini menunjukkan
bahwa makna Al Mauta –seandai haditsnya shahih- adalah Al Muhtadharun
(menghadapi kematian), sebagaimana yang diriwayatkan Imam Muslim dalam
Shahihnya, bahwa Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam bersabda: (Talqinkan
orang yang sedang menghadapi kematian di antara kalian dengan: Laa
Ilaha Illallah), maka maksud mereka adalah Al Muhtadharun, sebagaimana
kisah Abu Thalib, paman Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam. Wa billahit
Taufiq wa Shallallahu ‘ala Nabiyyina Muhammad wa Alihi wa Shahbihi wa
Sallam. ” (Fatawa Al Lajnah Ad Daimah Lil Buhuts Al ‘Ilmiah wa Ifta,
11/28)
Demikianlah fatwa yang ditanda
tangani oleh Syaikh Abdul Aziz bin Abdullah bin Baz (ketua), Syaikh
Abdurrazzaq ‘Afifi (wakil), dan Syaikh Abdullah bin Ghudyan (anggota),
mereka membolehkan membaca Yasin untuk orang yang sedang sakaratul maut,
namun bukan untuk yang sudah wafat, apalagi di kuburan.
Sekedar informasi, saat menjelang
wafatnya Imam Ibnu Hajar Al ‘Asqalani (28 Dzulhijjah 852H), yakni dua
jam setelah Isya’, orang-orang dan sahabatnya (Di antaranya adalah Al
Hafizh Al Imam As Sakhawi, pen) berkerumun untuk membacakan surat Yasin,
ketika sampai ayat 58:
“(kepada mereka dikatakan): "Salam", sebagai Ucapan selamat dari Tuhan yang Maha Penyayang.”
Saat itulah beliau menghembuskan
nafasnya yang terakhir. (Syaikh Ahmad Farid, 60 Biografi Ulama Salaf,
Hal. 851. Pustaka Al Kautsar)
Demikianlah para ulama yang
membolehkan membaca surat Yasin kepada orang yang sedang mengalami
sakaratul maut, dengan tujuan meringankan proses keluarnya ruh. Ada pun
Imam Malik dan pengikutnya yang terdahulu memakruhkan membaca Al Quran
untuk orang sakaratul maut. Wallahu A’lam
II. Membaca Surat Yasin Atau Lainnya Untuk Mayit
Para imam dari kalangan Ahlus Sunnah
tidak ada kata sepakat tentang hal ini. Mereka berselisih antara yang
membolehkan bahkan menganjurkan, dengan kalangan yang menyebutnya
sebagai bid’ah dhalalah . Namun, pendapat yang terang bagi kami adalah
membaca Al Quran untuk mayit adalah ghairu masyru’ (tidak disyariatkan),
karena tidak memiliki dasar yang kuat dari perbuatan atau perkataan
Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam. Walau pun ada sahabat Nabi
yang menganjurkan membaca Al Quran untuk mayit, dan sebagian tabi’in
menguatkannya. Sebab, syariat datangnya dari Allah dan RasulNya, bukan
yang lain. Hanya saja, sebagaimana sikap kami terhadap perkara
khilafiyah lainnya, kami tidak pernah membenci saudara-saudara sesama
muslim yang meyakini kebenaran membaca Al Quran untuk mayit, kami
mencintai mereka sebagaimana mencintai diri sendiri. Kami meyakini pula,
bahwa masalah-masalah seperti ini, juga masalah khilafiyah lainnya,
seharusnya dijadikan sarana memperluas cakrawala ilmu seorang muslim;
agar dia bisa bersikap bijak, seimbang, dan elegan.
Kami akan paparkan dua kelompok
ulama tersebut yang juga disertai dengan alasan-alasan mereka
masing-masing. Keduanya dipaparkan secara seimbang sebagai upaya amanah
ilmiyah dan tidak berat sebelah.
Para Imam Ahlus Sunnah Yang Melarang Membaca Al Quran Untuk Mayit
1. Imam Abu Hanifah Radhiallahu ‘Anhu dan sebagian pengikutnya
Syaikh Athiyah Shaqr mengatakan Imam
Abu Hanifah dan Imam Malik memakruhkan membaca Al Quran di kubur,
alasannya karena tak ada yang sah dari sunah tentang hal itu. (Fatawa Al
Azhar, 7/458)
Namun, kami dapati dalam kitab lain
bahwa kalangan Hanafiyah terjadi perbedaan antara waktu makruhnya itu,
berikut ini keterangannya:
تُكْرَهُ عِنْدَ الْحَنَفِيَّةِ
قِرَاءَةُ الْقُرْآنِ عِنْدَ الْمَيِّتِ حَتَّى يُغَسَّل وَأَمَّا حَدِيثُ
مَعْقِل بْنِ يَسَارٍ مَرْفُوعًا اقْرَءُوا سُورَةَ يس عَلَى مَوْتَاكُمْ
فَقَال ابْنُ حِبَّانَ : الْمُرَادُ بِهِ مَنْ حَضَرَهُ الْمَوْتُ ،
وَيُؤَيِّدُهُ مَا أَخْرَجَهُ ابْنُ أَبِي الدُّنْيَا وَابْنُ مَرْدُوَيْهِ
مَرْفُوعًا مَا مِنْ مَيِّتٍ يُقْرَأُ عِنْدَهُ يس إِلاَّ هَوَّنَ اللَّهُ
عَلَيْهِ وَخَالَفَهُ بَعْضُ مُتَأَخِّرِي الْمُحَقِّقِينَ ، فَأَخَذَ
بِظَاهِرِ الْخَبَرِ وَقَال : بَل يُقْرَأُ عَلَيْهِ بَعْدَ مَوْتِهِ
وَهُوَ مُسَجًّى وَفِي الْمَسْأَلَةِ خِلاَفٌ عِنْدَ الْحَنَفِيَّةِ
أَيْضًا . قَال ابْنُ عَابِدِينَ : الْحَاصِل أَنَّ الْمَيِّتَ إِنْ كَانَ
مُحْدِثًا فَلاَ كَرَاهَةَ ، وَإِنْ كَانَ نَجِسًا كُرِهَ . وَالظَّاهِرُ
أَنَّ هَذَا أَيْضًا إِذَا لَمْ يَكُنِ الْمَيِّتُ مُسَجًّى بِثَوْبٍ
يَسْتُرُ جَمِيعَ بَدَنِهِ ، وَكَذَا يَنْبَغِي تَقْيِيدُ الْكَرَاهَةِ
بِمَا إِذَا قَرَأَ جَهْرًا .
“Dimakruhkan menurut Hanafiyah
membaca Al Quran di sisi mayit sampai dia dimandikan. Ada pun hadits
Ma’qil bin Yasar, secara marfu’: Bacalah surat Yasin atas orang yang
mengalami sakaratul maut di antara kalian. Ibnu Hibban mengatakan
maksudnya adalah bagi orang yang sedang menghadapi kematian. Hal ini
didukung oleh riwayat Ibnu Abi Dunia dan Ibnu Mardawaih, secara marfu’:
Tidaklah seorang mayit dibacakan di sisinya surat Yasin, melainkan Allah
akan mudahkan baginya. Sebagian peneliti muta’akhir (masa belakangan)
berbeda dengannya, dengan mengambil makna zhahir dari khabar (hadits)
itu, dengan berkata: “Bahkan dibacakan atasnya setelah wafatnya dan dia
sudah dibungkus oleh kafan.” Ada pun tentang doa, kalangan Hanafiyah
juga terjadi perbedaan pendapat. Berkata Ibnu ‘Abidin: “Kesimpulannya,
sesungguhnya jika mayit itu dalam kondisi hadats maka tidaklah makruh,
jika dia bernajis maka makruh. Secara zhahir ini juga berlaku jika mayit
belum dibungkus dengan kain yang menutup seluruh tubuhnya. Demikian
juga pemakruhan dibatasi jika membacanya secara Jahr (dikeraskan). (Al
Mausu’ah Al Fiqhiyah Al Kuwaitiyah, 16/8. Mawqi’ Ruh Al Islam)
2. Imam Malik Radhiallahu ‘Anhu dan sebagian pengikutnya
Syaikh Ibnu Abi Jamrah mengatakan bahwa Imam Malik memakruhkan membaca Al Quran di kuburan. (Syarh Mukhtashar Khalil, 5 /467)
Syaikh Wahbah Az Zuhaili Hafizhahullah mengatakan dalam Al Fiqhul Islami wa Adillatuhu:
قال المالكية: تكره القراءة عند الموت إن فعله استناناً كما يكره القراءة بعد الموت، وعلى القبر؛ لأنه ليس من عمل السلف
Berkata kalangan Malikiyah:
dimakruhkan membaca Al Quran baik ketika naza’ (sakaratul maut) jika
dilakukan menjadi kebiasaan, sebagaimana makruh membacanya setelah
wafat, begitu pula di kubur, karena hal itu tidak pernah dilakukan para
salaf (orang terdahulu). (Syaikh Wahbah Az Zuhaili, Al Fiqhul Islami wa
Adillatuhu, 2/599. Maktabah Misykah)
Disebutkan dalam Al Mausu’ah:
وَعِنْدَ الْمَالِكِيَّةِ يُكْرَهُ قِرَاءَةُ شَيْءٍ مِنَ الْقُرْآنِ مُطْلَقًا
“Menurut Malikiyah, dimakruhkan
secara mutlak membaca apa pun dari Al Quran.” (Al Mausu’ah Al Fiqhiyyah
Al Kuwaitiyah, 16/8. Wizarah Al Awqaf Asy Syu’un Al Islamiyah)
3. Imam Asy Syafi’i Radhiallahu ‘Anhu dan Imam Ibnu Katsir Rahimahullah
Dalam Tafsir Al Quran Al ‘Azhim,
Imam Ibnu Katsir berkata ketika menafsirkan Surat An Najm ayat 18:
“(yaitu) bahwasanya seorang yang berdosa tidak akan memikul dosa orang
lain.”
كما لا يحمل عليه وزر غيره، كذلك لا
يحصل من الأجر إلا ما كسب هو لنفسه. ومن وهذه الآية الكريمة استنبط
الشافعي، رحمه الله، ومن اتبعه أن القراءة لا يصل إهداء ثوابها إلى الموتى؛
لأنه ليس من عملهم ولا كسبهم؛ ولهذا لم يندب إليه رسول الله صلى الله عليه
وسلم أمته ولا حثهم عليه، ولا أرشدهم إليه بنص ولا إيماء، ولم ينقل ذلك عن
أحد من الصحابة، رضي الله عنهم، ولو كان خيرا لسبقونا إليه، وباب القربات
يقتصر فيه على النصوص، ولا يتصرف فيه بأنواع الأقيسة والآراء، فأما الدعاء
والصدقة فذاك مجمع على وصولهما، ومنصوص من الشارع عليهما.
“Sebagaimana dia tidak memikul dosa
orang lain, begitu pula pahala, ia hanya akan diperoleh melalui usahanya
sendiri. Dari ayat yang mulia ini, Imam Asy Syafi’i Rahimahullah dan
pengikutnya berpendapat bahwa pahala bacaan Al Quran tidaklah sampai
kepada orang yang sudah wafat karena itu bukan amal mereka dan bukan
usaha mereka. Oleh karena itu Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam
tidak pernah menganjurkannya dan tidak pernah memerintahkannya, dan
tidak ada nash (teks agama) yang mengarahkan mereka ke sana, dan tidak
ada riwayat dari seorang sahabat pun yang melakukannya, seandainya itu
baik tentulah mereka akan mendahului kita dalam melakukannya. Bab
masalah qurbah (mendekatkan diri kepada Allah) harus berdasarkan nash,
bukan karena qiyas atau pendapat-pendapat. Sedangkan, mendoakan dan
bersedekah, telah ijma’ (sepakat) bahwa keduanya akan sampai kepada
mayit, karena keduanya memiliki dasar dalam syara’. (Imam Ibnu Katsir,
Tafsir Al Quran Al ‘Azhim, Juz.7, Hal. 465. Dar Thayyibah Lin Nasyr wat
Tauzi’. Cet. 2, 1999M-1420H)
Dari apa yang disampaikan Imam Ibnu Katsir ini ada beberapa point:
1. Imam Asy Syafi’i dan pengikutnya
menyatakan pahala membaca Al Quran tidaklah sampai sebagaimana dosa
seseorang tidaklah dipikul oleh orang lain.
2. Tidak ada anjuran dan perintah,
dan tidak ada nash dari Rasulullah, tidak ada riwayat dari sahabat yang
melakukannya. Seandainya baik, pasti mereka orang pertama yang akan
melaksanakannya.
3. Tidak boleh qiyas dalam perkara ibadah ritual.
4. Doa dan bersedekah atas nama mayit adalah boleh menurut ijma’, karena memiliki dasar dalam syariat.
Ada kejanggalan, ketika Imam An
Nawawi mengatakan dalam Riyadhus Shalihin, bahwa Imam Asy Syafi’i
mengatakan disunnahkan membaca Al Quran di sisi kubur, jika sampai
khatam maka itu bagus. (Imam An Nawawi, Riyadhus Shalihin, Hal. 117.
Mawqi’ Al Warraq)
Namun yang masyhur (terkenal) dari
Imam Asy Syafi’i dan pengikutnya adalah mereka menolak keyakinan
sampainya pahala bacaan Al Quran ke mayit. Imam Asy Syaukani menyatakan
keterangan sebagai berikut:
والمشهور من مذهب الشافعي وجماعة من أصحابه أنه لا يصل إلى الميت ثواب قراءة القرآن
“Yang masyhur dari madzhab Asy
Syafi’i dan jamaah para sahabat-sahabatnya adalah bahwa pahala membaca
Al Quran tidaklah sampai ke mayit.”
Asy Syaukani juga mengutip perkataan
Imam Ibnu Nahwi, seorang ulama madzhab Asy Syafi’i, dalam kitab Syarhul
Minhaj, sebagai berikut:
لا يصل إلى الميت عندنا ثواب القراءة على المشهور
“Yang masyhur menurut madzhab kami,
pahala bacaan Al Quran tidaklah sampai ke mayit.” (Nailul Authar, 4/142.
Maktabah Ad da’wah Al Islamiyah)
Disebutkan dalam Al Mausu’ah:
وَذَهَبَ الشَّافِعِيَّةُ إِلَى
أَنَّهُ لاَ يُقْرَأُ عِنْدَ الْمَيِّتِ قَبْل الدَّفْنِ لِئَلاَّ
تَشْغَلَهُمُ الْقِرَاءَةُ عَنْ تَعْجِيل تَجْهِيزِهِ
“Dan pendapat Syafi’iyah bahwa
tidaklah dibaca Al Quran di sisi mayit sebelum dikubur, agar pembacaan
itu tidaklah mengganggu kesibukan dalam menyegerakan pengurusan
jenazah.” (Al Mausu’ah Al Fiqhiyah Al Kuwaitiyah, 16/8. Mawqi’ Ruh Al
Islam)
Dari keterangan para imam di atas,
maka sangat aneh jika ada sebagian kalangan memberikan tudingan Wahhabi
kepada muslim lainnya yang tidak mau membaca Al Quran untuk mayit.
Apakah Imam Abu Hanifah, Imam Malik, dan Imam Asy Syafi’i adalah Wahabi
karena mereka makruhkan hal itu? Bagaimana mungkin mereka disebut
Wahabi, padahal gerakan Wahabiyah baru ada hampir sepuluh Abad setelah
zaman tiga imam ini!?
4. Imam Ibnu Qayyim Al Jauziyah Rahimahullah
Beliau mengatakan:
وَكَانَ مِنْ هَدْيِهِ صَلّى اللّهُ
عَلَيْهِ وَسَلّمَ تَعْزِيَةُ أَهْلِ الْمَيّتِ وَلَمْ يَكُنْ مِنْ
هَدْيِهِ أَنْ يَجْتَمِعَ لِلْعَزَاءِ وَيَقْرَأَ لَهُ الْقُرْآنَ لَا
عِنْدَ قَبْرِهِ وَلَا غَيْرِهِ وَكُلّ هَذَا بِدْعَةٌ حَادِثَةٌ
مَكْرُوهَةٌ
“Di antara petunjuk Nabi Shallallahu
‘Alaihi wa Sallam adalah bertakziah ke keluarga mayit. Dan, bukanlah
petunjuk Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam berkumpul di rumah
keluarga mayit untuk menghibur, lalu membaca Al Quran untuk si mayit
baik di kuburnya, atau di tempat lain. Semua ini adalah bid’ah yang
dibenci.” (Zaadul Ma’ad, 1/527. Muasasah Ar Risalah)
Namun, dalam kitab beliau yang lain
yakni Ar Ruh, justru beliau membolehkan dan banyak meriwayatkan dari
salaf tentang membaca Al Quran untuk mayit.
5. Imam Muhammad bin Abdul Wahhab At Tamimi Rahimahullah
Beliaulah yang disebut sebagai
perintis gerakan Wahabi, walau beliau tidak pernah mengatakan hal itu
dan tidak pernah meniatkan adanya gerakan atau faham Wahabi. Syaikh
Shalih Fauzan Hafizhahullah mengutip darinya, sebagai berikut:
إن القراءة عند القبور، وحمل المصاحف
إلى المقبور كما يفعله بعض الناس يجلسون سبعة أيام ويسمونها الشدة، وكذلك
اجتماع الناس عند أهل الميت سبعة أيام ويقرءون فاتحة الكتاب، ويرفعون
أيديهم بالدعاء للميت فكل هذا من البدع والمنكرات المحدثة التي يجب
إزالتها، والحديث المروي في قراءة سورة يس في المقبرة لم يعز إلى شيء من
كتب الحديث المعروفة، والظاهر عدم صحته، انتهى .
“ Sesungguhnya membaca dan membawa
Al Quran di kubur sebagaimana yang dilakukan sebagian manusia hari ini,
mereka duduk selama tujuh hari dan menamakan itu sebagai kesungguhan,
begitu pula berkumpul di rumah keluarga si mayit selama tujuh hari
membaca Al Fatihah, dan mengangkat tangan untuk berdoa untuk si mayit,
maka semua ini adalah bid’ah munkar yang diada-adakan, dan harus
dihilangkan. Ada pun periwayatan hadits tentang membaca Yasin di kuburan
tidak ada yang kuat satu pun di antara kitab-kitab hadits yang
terkenal, secara zhahir menunjukkan itu tidaklah shahih.” (Syaikh Shalih
Fauzan, Al Bayan Li Akhtha’i Ba’dhil Kitab, Hal. 171. Mawqi’ Ruh Al
Islam)
Hadits yang dimaksud adalah:
من زار قبر والديه كل جمعة ، فقرأ عندهما أو عنده *( يس )* غفر له بعدد كل آية أو حرف
“Barangsiapa yang menziarahi kubur
dua orang tuanya setiap Jum’at, lalu dibacakan Yasin pada sisinya, maka
akan diampunkan baginya setiap ayat atau huruf.”
Hadits ini palsu. Ibnu ‘Adi berkata:
“Hadits ini batil dan tidak ada asalnya sanad ini.” Ad Daruquthni
mengatakan: “Hadits ini palsu, oleh karena itu Ibnul Jauzi memasukkan
hadits ini kedalam kitabnya Al Maudhu’at (hadits-hadits palsu).” (Syaikh
Muhammad Nashiruddin Al Albani, As Silsilah Adh Dha’ifah, 1/127/ 50)
6. Syaikh Shalih bin Abdullah Fauzan Hafizhahullah
Beliau berkata dalam kitab Al Mulakhash Al Fiqhi sebagai berikut:
أما من مات فأنه لا يقرأ عليه، فالقراءة على الميت بعد موته بدعة
“Ada pun bagi orang sudah wafat maka
tidaklah dibacakan Al Quran, maka membacakan Al Quran untuk mayit
sesudah wafatnya adalah bid’ah ...”
Dia juga berkata:
فالقراءة على الميت عند الجنازة أو على القبر أو لروح الميت، كل هذا من البدع
“Maka, membaca Al Quran atas mayit
di sisi jenazah atau di kubur atau untuk arwah mayit, semua ini adalah
bid’ah.” (Al Mulakhash Al Fiqhi, 1/296-297. Mawqi’ Ruh Al Islam)
7. Syaikh Abdul Muhsin Al ‘Abbad Al Badr Hafizhahullah
Beliau mengatakan dalam Syarh Sunan Abi Daud:
وأما القراءة عند الأموات فلا تفعل لا بـ (يس) ولا غيرها؛ لأنه لم يثبت في ذلك شيء عن النبي صلى الله عليه وسلم
“Adapun membaca di sisi mayit, maka
janganlah dilakukan, tidak dengan surat Yasin dan tidak pula dengan
selainnya, sebab tak satu pun yang shahih dari Nabi Shallallahu ‘Alaihi
wa Sallam tentang itu.” (Syaikh Abdul Muhsin Al ‘Abbad, Syarh Sunan Abi
Daud No. 363. Maktabah Misykat)
8. Syaikh Muhammad bin Shalih Al Utsaimin Rahimahullah
Tertulis dalam kitab Majmu’ Fatawa war Rasail-nya:
سئل فضيلة الشيخ رحمه الله تعالى : ما
حكم قراءة القرآن على القبر بعد دفن الميت؟ وما حكم استئجار من يقرأون في
البيوت ونسميها رحمة على الأموات؟
فأجاب فضيلته بقوله: الراجح من أقوال
أهل العلم أن القراءة على القبر بعد الدفن بدعة؛ لأنها لم تكن في عهد
الرسول صلى الله عليه وسلم، ولم يأمر بها ولم يكن يفعلها. بل غاية ما ورد
في ذلك أنه كان عليه الصلاة والسلام بعد الدفن يقف ويقول: "استغفروا
لأخيكم، واسألوا له التثبيت، فإنه الان يسأل". ولو كانت القراءة عند القبر
خيراً وشرعاً لأمر بها النبي صلى الله عليه وسلم حتى تعلم الأمة ذلك.
وأيضاً اجتماع الناس في البيوت
للقراءة على روح الميت لا أصل له، وما كان السلف الصالح رضي الله عنهم
يفعلونه، والمشروع للمسلم إذا أصيب بمصيبة أن يصبر ويحتسب الأجر عند الله،
ويقول ما قاله الصابرون "إنا لله وإنا إليه راجعون.. اللهم أجرني في مصيبتي
واخلف لي خيراً منها" وأما الاجتماع عند أهل الميت، وقراءة القرآن ووضع
الطعام وما شابه ذلك فكلها من البدع.
Syaikh yang mulia ditanya: apakah
hukum membaca Al Quran di kuburan setelah dikuburkan mayit? Apakah hukum
membaca Al Quran di rumah-rumah untuk mengirim pahala, dan kami
menamakannya rahmat bagi mayit?
Beliau menjawab: “Pendapat yang kuat
adalah perkataan ulama yang mengatakan bahwa membaca Al Quran di
kuburan setelah mayit dikubur adalah bid’ah, karena hal itu tidak
terjadi pada masa Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam dan Beliau
tidak memerintahkannya dan tidak pula melakukannya. Justru yang sunah
dalam riwayat tentang ini adalah Beliau Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam
berdiri setelah mayit dikuburkan dan berkata: “Beristighfarlah untuk
saudara kalian, dan mintalah untuknya keteguhan, karena saat ini dia
sedang ditanya.” Jika membaca Al Quran di sisi kubur adalah baik dan
disyariatkan, niscaya Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam akan
memerintahkan sehingga umat tahu tentang hal itu.
Begitu pula berkumpulnya manusia di
rumah-rumah dengan membaca Al Quran bagi ruh mayit, hal ini tidak ada
dasarnya, tidak pula dilakukan oleh salafush shalih Radhiallahu ‘Anhum.
Yang disyariatkan bagi seorang muslim jika tertimpa musibah adalah
hendaknya dia bersabar, berharap mendapatkan pahala dari Allah, dan
berkata seperti ucapan orang-orang sabar: Inna lillahi wa inna ilaihi
raaji’un..... Allahumma ajirniy fi mushibatiy wakhlufliy khairan minha.”
Ada pun berkumpul di sisi mayit, dan membaca Al Quran, menyediakan
makanan, dan hal yang semisal itu, maka semuanya adalah bid’ah. (Syaikh
Muhammad bin Shalih Al ‘Utaimin, Majmu’ Fatawa war Rasail, 17/132)
Para Imam Ahlus Sunnah Yang Membolehkan Membaca Al Quran Untuk Mayit
1. Abdullah bin Amru bin Al ‘Ash Radhiallahu ‘Anhuma
Beliau adalah seorang sahabat Nabi,
ayahnya adalah Amr bin Al ‘Ash, Gubernur Mesir pada masa Khalifah Umar.
Dalam kitab Syarh Muntaha Al Iradat, disebutkan demikian:
وَعَنْ ابْنِ عَمْرٍو أَنَّهُ كَانَ
يُسْتَحَبُّ إذَا دُفِنَ الْمَيِّتُ أَنْ يَقْرَأَ عِنْدَ رَأْسِهِ
بِفَاتِحَةِ سُورَةِ الْبَقَرَةِ وَخَاتِمَتِهَا ، رَوَاهُ
اللَّالَكَائِيُّ ، وَيُؤَيِّدُهُ عُمُومُ { اقْرَءُوا يس عَلَى
مَوْتَاكُمْ } .
Dari Abdullah bin Amru, bahwa dia
menganjurkan jika mayit dikuburkan hendaknya dibacakan pembuka surat Al
Baqarah, dan akhir surat Al Baqarah. Ini diriwayatkan oleh Imam Al
Lalika’i. Hal ini dikuatkan oleh keumuman hadits: Bacalah Yasin kepada
orang yang menghadapi sakaratul maut. (Imam Al Bahuti, Syarh Muntaha Al
Iradat, 3/16. Mawqi’ Al Islam)
Hanya saja dalam kitab ini tidak disebutkan validitas riwayat tersebut, apakah shahih dari Ibnu Amr?
Tetapi, ada riwayat dari Muhammad
bin Al Jauhari, dia berkata, telah mengabarkan kepadaku Mubasysyir, dari
ayahnya, bahwa dia berwasiat jika dikuburkan maka hendaknya dibacakan
surat Al Fatihah, Al Baqarah, dan sampai selesai membacanya. Aku
mendengar bahwa Ibnu Amru juga mewasiatkan demikian. (Imam Ibnu Qudamah,
Al Mughni, 5/78) Mubaysyir ini dinilai tsiqah (bisa dipercaya) oleh
Imam Ahmad.
2. Imam Ahmad bin Hambal Radhiallahu ‘Anhu dan Imam Ibnu Qudamah Rahimahullah
Ini telah masyhur dari Imam Ahmad,
bahwa beliau membolehkan membaca Al Quran untuk orang sudah meninggal.
Imam Ibnu Qudamah Rahimahullah mengatakan dalam kitabnya, Syarhul Kabir:
وقال أحمد ويقرءون عند الميت إذا حضر ليخفف عنه بالقرآن يقرأ (يس) وأمر بقراءة فاتحة الكتاب.
Berkata Ahmad: bahwa mereka
membacakan Al Quran (surat Yasin) pada sisi mayit untuk meringankannya,
dan juga diperintahkan membaca surat Al Fatihah. (Imam Ibnu Qudamah,
Syarh Al Kabir, 2/305. Darul Kitab Al ‘Arabi).
Imam Al Bahuti juga mengatakan:
قَالَ أَحْمَدُ : الْمَيِّتُ يَصِلُ إلَيْهِ كُلُّ شَيْءٍ مِنْ الْخَيْرِ مِنْ صَدَقَةٍ أَوْ صَلَاةٍ أَوْ غَيْرِهِ لِلْأَخْبَارِ .
Imam Ahmad mengatakan, bahwa semua
bentuk amal shalih dapat sampai kepada mayit baik berupa doa, sedekah,
dan amal shalih lainnya, karena adanya riwayat tentang itu. (Syarh
Muntaha Al Iradat, 3/16)
Imam Ibnu Qudamah mengatakan,
diriwayatkan dari Imam Ahmad bin Hambal, beliau berkata: “Jika kalian
memasuki kuburan maka bacalah ayat kursi tiga kali, qul huwallahu ahad,
kemudian katakan: Allahumma inna fadhlahu li Ahlil Maqabir.” (Al Mughni,
5/78)
Dahulu Imam Ahmad membid’ahkan
membaca Al Quran di kuburan, lalu dia meralat pendapatnya itu. Imam Ibnu
Qudamah menceritakan perubahan pada Imam Ahmad tersebut, sebagai
berikut:
Diceritakan, bahwa Imam Ahmad
melarang Dharir untuk membaca Al Quran di kuburan, Imam Ahmad berkata:
“Membaca Al Quran di kuburan adalah bid’ah.” Lalu Muhammad bin Qudamah
Al jauhari bertanya kepadanya, “Wahai Abu Abdillah, apa pendapatmu
tentang Mubasysyir Al Halabi?” Imam Ahmad menjawab: “Dia tsiqah (bisa
dipercaya).”
Lalu Muhammad bin Al Jauhari
berkata, telah mengabarkan kepadaku Mubasysyir, dari ayahnya, bahwa dia
berwasiat jika dikuburkan maka hendaknya dibacakan pembuka surat Al
Baqarah, dan sampai selesai membacanya. Aku mendengar bahwa Ibnu Umar
juga mewasiatkan demikian. (Al Mughni, 5/78) berawal dari sinilah Imam
Ahmad, meralat pendapatnya, yang tadinya membid’ahkan membaca Al Quran
di kuburan, menjadi membolehkannya bahkan menganjurkannya.
3. Imam An Nawawi Rahimahullah
Beliau berkata dalam Raudhatuth Thalibin:
وإن قرأ ثم جعل ما حصل من الأجر له (للميت)، فهذا دعاء بحصول ذلك الأجر للميت فينفع الميت.
Jika membaca Al Quran kemudian
menjadikan pahala yang diperolehnya untuk mayit, maka berdoa agar pahala
yang dihasilkan membaca Al Quran itu untuk mayit akan bermanfaat buat
mayit. (Raudhatuth Thalibin, 5/191)
4. Imam Ibnu Taimiyah Rahimahullah
Tertulis dalam Majmu’ Fatawanya:
وسئل عن قراءة أهل البيت : تصل إليه ؟ والتسبيح والتحميد، والتهليل والتكبير، إذا أهداه إلى الميت يصل إليه ثوابها أم لا ؟
فأجاب :
يصل إلى الميت قراءة أهله، وتسبيحهم، وتكبيرهم، وسائر ذكرهم لله تعالى، إذا أهدوه إلى الميت، وصل إليه . والله أعلم .
وسئل : هل القراءة تصل إلى الميت من الولد أو لا على مذهب الشافعي ؟
فأجاب :
أما وصول ثواب العبادات البدنية
كالقراءة، والصلاة، والصوم فمذهب أحمد، وأبي حنيفة، وطائفة من أصحاب مالك،
والشافعي، إلى أنها تصل، وذهب أكثر أصحاب مالك، والشافعي، إلى أنها لا تصل .
والله أعلم .
Beliau ditanya tentang membaca Al
Quran yang dilakukan keluarga; apakah sampai kepada mayit? Begiju juga
tasbih, tahmid, takbir, jika dihadiahkan olehnya untuk mayit , sampaikah
pahalanya kepadanya atau tidak?
Beliau menjawab:
“Pahala bacaan Al Quran keluarganya
itu sampai kepada mayit, dan tasbih mereka, takbir, serta semua bentuk
dzikir mereka kepada Allah Ta’ala jika dia hadiahkan kepada mayit, maka
sampai kepadana. Wallahu A’lam”
Beliau ditanya: menurut madzhab Syafi’I apakah pahala membaca Al Quran akan sampai kepada mayit dari anak atau tidak?
Beliau menjawab:
“Ada pun sampainya pahala
ibadah-ibadah badaniah seperti membaca Al Quran, shalat, dan puasa, maka
madzhab Ahmad, Abu Hanifah, segolongan sahabat Malik, Syafi’i,
menatakan bahwa hal itu sampai pahalana. Sedangkan pendapat kebanyakan
sahabat Malik, Syafi’I, mengatakan hal itu tidak sampai.” Wallahu A’lam
(Majmu' Fatawa, 34/324. Darul Maktabah Al Hayah)
5. Imam Ibnul Qayyim Al jauziyah Rahimahullah
Dalam kitab Ar Ruh Beliau berkata:
وقد ذكر عن جماعة من السلف أنهم أوصوا
أن يقرأ عند قبورهم وقت الدفن قال عبد الحق يروى أن عبد الله بن عمر أمر
أن يقرأ عند قبره سورة البقرة وممن رأى ذلك المعلى بن عبد الرحمن وكان
الامام أحمد ينكر ذلك أولا حيث لم يبلغه فيه أثر ثم رجع عن ذلك وقال الخلال
في الجامع كتاب القراءة عند القبور اخبرنا العباس بن محمد الدورى حدثنا
يحيى بن معين حدثنا مبشر الحلبى حدثني عبد الرحمن بن العلاء بن اللجلاج عن
أبيه قال قال أبى إذا أنامت فضعنى في اللحد وقل بسم الله وعلى سنة رسول
الله وسن على التراب سنا واقرأ عند رأسى بفاتحة البقرة فإنى سمعت عبد الله
بن عمر يقول ذلك قال عباس الدورى سألت أحمد بن حنبل قلت تحفظ في القراءة
على القبر شيئا فقال لا وسألت يحيى ابن معين فحدثنى بهذا الحديث قال الخلال
وأخبرني الحسن بن أحمد الوراق حدثنى على بن موسى الحداد وكان صدوقا قال
كنت مع أحمد بن حنبل ومحمد بن قدامة الجوهرى في جنازة فلما دفن الميت جلس
رجل ضرير يقرأ عند القبر فقال له أحمد يا هذا إن القراءة عند القبر بدعة
فلما خرجنا من المقابر قال محمد بن قدامة لأحمد بن حنبل يا أبا عبد الله ما
تقول في مبشر الحلبي قال ثقة قال كتبت عنه شيئا قال نعم فأخبرني مبشر عن
عبد الرحمن بن العلاء اللجلاج عن أبيه أنه أوصى إذا دفن أن يقرأ عند رأسه
بفاتحة البقرة وخاتمتها وقال سمعت ابن عمر يوصي بذلك فقال له أحمد فارجع
وقل للرجل يقرأ وقال الحسن بن الصباح الزعفراني سألت الشافعي عن القراءة
عند القبر فقال لا بأس بها وذكر الخلال عن الشعبي قال كانت الأنصار إذا مات
لهم الميت اختلفوا إلى قبره يقرءون عنده القرآن قال وأخبرني أبو يحيى
الناقد قال سمعت الحسن بن الجروى يقول مررت على قبر أخت لي فقرأت عندها
تبارك لما يذكر فيها فجاءني رجل فقال إنى رأيت أختك في المنام تقول جزى
الله أبا على خيرا فقد انتفعت بما قرأ أخبرني الحسن بن الهيثم قال سمعت أبا
بكر بن الأطروش ابن بنت أبي نصر بن التمار يقول كان رجل يجيء إلى قبر أمه
يوم الجمعة فيقرأ سورة يس فجاء في بعض أيامه فقرأ سورة يس ثم قال اللهم إن
كنت قسمت لهذه السورة ثوابا فاجعله في أهل هذه المقابر فلما كان يوم الجمعة
التي تليها جاءت امرأة فقالت أنت فلان ابن فلانة قال نعم قالت إن بنتا لي
ماتت فرأيتها في النوم جالسة على شفير قبرها فقلت ما أجلسك ها هنا فقالت إن
فلان ابن فلانة جاء إلى قبر أمه فقرأ سورة يس وجعل ثوابها لأهل المقابر
فأصابنا من روح ذلك أو غفر لنا أو نحو ذلك
“Pernah disebutkan sebagian para
salaf, bahwa mereka mewasiatkan supaya dibacakan diatas kubur mereka di
waktu penguburannya. Telah berkata Abdul Haq, diriwayatkan bahwa
Abdullah bin Umar pernah menyuruh supaya diabacakan diatas kuburnya
surah Al Baqarah. Pendapat ini dikuatkan oleh Mu’alla bin Hanbal, pada
mulanya mengingkari pendapat ini karena masih belum menemui sesuatu
dalil mengenainya, kemudian menarik balik pengingkarannya itu setelah
jelas kepadanya bahwa pendapat itu betul.
Berkata Al Khallal di dalam kitabnya
‘Al-jami’ dalam Kitab Qira’an ‘Indal Qubur: Telah berkata kepadaku Al
Abbas bin Muhammad Ad Dauri, berbicara kepadaku Yahya bin Ma’in,
berbicara kepadaku Mubasyyir Al Halabi, berbicara kepadaku Abdurrahman
bin Al-Ala’ bin Lajlaj, dari ayahnya, katanya : Ayahku telah berpesan
kepadaku, kalau dia mati, maka kuburkanlah dia di dalam lahad, kemudian
sebutkanlah : Dengan Nama Allah, dan atas agama Rasulullah ! Kemudian
ratakanlah kubur itu dengan tanah, kemudian bacakanlah dikepalaku dengan
pembukaan surat Al Baqarah, karena aku telah mendengar Abdullah bin
Umar Radhiallahu ‘Anhu menyuruh membuat demikian. Berkata Al Abbas Ad
Dauri kemudian : Aku pergi bertanya Ahmad bin Hanbal, apakah dia
menghafal sesuatu tentang membaca diatas kubur. Maka katanya : Tidak ada
! kemudian aku bertanya pula Yahya bin Ma’in, maka dia telah
menerangkan kepadaku bicara yang menganjurkan yang demikian.
Berkata Al Khallal, telah
memberitahuku Al Hasan bin Ahmad Al Warraq, berbicara kepadaku Ali bin
Musa Al-Haddad, dan dia adalah seorang yang berkata benar, katanya :
Suatu saat saya bersama-sama Ahmad bin Hanbal dan Muhammad bin Qudamah
Al Jauhari menghadiri suatu jenazah. Setelah selesai mayit itu
dikuburkan, maka telah duduk seorang yang buta membaca sesuatu diatas
kubur itu. Maka ia disangkal oleh Imam Ahmad, katanya : Wahai fulan !
Membaca sesuatu diatas kubur adalah bid’ah ! Ketika kita keluar dari
pekuburan itu, berkata Muhammad bin Qudamah Al Jauhari kepada Imam Ahmad
bin Hanbal : Wahai Abu Abdullah ! Apa pendapatmu tentang si Mubasysyir
Al-Halabi ? Jawab Imam Ahmad : Dia seorang yang dipercayai. Berkata
Muhammad bin Qudamah Al Jauhari seterusnya : Aku telah menulis sesuatu
darinya ! Imam Ahmad berkata : Ya ? Berkata Muhammad bin Qudamah : Telah
memberitahuku Mubasysyir, dari Abdurrahman Bin Al Ala’ bin Lajlaj, dari
ayahnya, bahwasanya ia berpesan, kalau dia dikuburkan nanti, hendaklah
dibacakan dikepalanya ayat-ayat permulaan surat Al Baqarah, dan
ayat-ayat penghabisannya, sambil katanya : Aku mendengar Abdullah bin
Umar (Ibnu Umar) mewasiatkan orang yang membaca demikian itu.
Mendengar itu, maka Imam Ahmad bin
Hanbal berkata kepada Muhammad bin Qudamah : Kalau begitu aku tarik
penolakanku itu. Dan suruhlah orang buta itu membacakannya.
Berkata Al Hasan bin As Sabbah Az
Za’farani pula : Saya pernah menanyakan hal itu kepada Imam Syafi’i,
kalau boleh dibacakan sesuatu diatas kubur orang, maka Jawabnya : Boleh,
Tidak mengapa !
Al Khalal pun telah menyebutkan lagi
dari As-sya’bi, katanya : Adalah Kaum Anshar, apabila mati seseorang
diantara mereka, senantiasalah mereka mendatangi kuburnya untuk
membacakan sesuatu dari Al-Qur’an.
Asy-sya’bi berkata, telah
memberitahuku Abu Yahya An Naqid, katanya aku telah mendengar Al Hasan
bin Al-Haruri berkata : Saya telah mendatangi kubur saudara perempuanku,
lalu aku membacakan disitu Surat Tabarak (Al-Mulk), sebagaimana yang
dianjurkan. Kemudian datang kepadaku seorang lelaki dan memberitahuku,
katanya : Aku mimpikan saudara perempuanmu, dia berkata : Moga-moga
Allah memberi balasan kepada Abu Ali (yakni si pembaca tadi) dengan
segala yang baik. Sungguh aku mendapat manfaat yang banyak dari
bacaannya itu.
Telah memberitahuku Al-Hasan bin
Haitsam, katanya aku mendengar Abu Bakar Al Athrusy berkata : Ada
seorang lelaki datang ke kubur ibunya pada hari jum’at, kemudian ia
membaca surat Yasin disitu. Bercerita Abu Bakar seterusnya : Maka aku
pun datang kekubur ibuku dan membaca surah Yasiin, kemudian aku
mengangkat tangan : Ya Allah ! Ya Tuhanku ! Kalau memang Engkau memberi
pahala lagi bagi orang yang membaca surat ini, maka jadikanlah pahala
itu bagi sekalian ahli kubur ini !
Apabila tiba hari jum’at yang
berikutnya, dia ditemui seorang wanita. Wanita itu bertanya : Apakah kau
fulan anak si fulanah itu ? Jawab Abu Bakar : Ya ! Berkata wanita itu
lagi : Puteriku telah meninggal dunia, lalu aku bermimpikan dia datang
duduk diatas kuburnya. Maka aku bertanya : Mengapa kau duduk disini ?
Jawabnya : Si fulan anak fulanah itu telah datang ke kubur ibunya seraya
membacakan Surat Yasin, dan dijadikan pahalanya untuk ahli kuburan
sekaliannya. Maka aku pun telah mendapat bahagian daripadanya, dan
dosaku pun telah diampunkan karenanya.” (Imam Ibnu Qayyim Al Jauziyah,
Ar Ruh, Hal. 5. Maktabah Al Misykah)
Demikian dari Imam Ibnul Qayyim.
Sebagian ulama –seperti Syaikh Al Albani- menganggap bahwa kitab Ar Ruh
adalah tidak benar dinisbatkan sebagai karya Imam Ibnul Qayyim, sekali
pun benar, mestilah kitab ini dibuat olehnya ketika masih muda. Dengan
kata lain, pendapat Beliau dalam Zaadul Ma’ad tentang bid’ahnya membaca
Al Quran di kubur, telah merevisi pendapat yang ada dalam Ar Ruh.
Sementara ulama lain mengatakan, benar bahwa Ar Ruh adalah karya Imam
Ibnul Qayyim jika dilihat dari gaya penulisannya yang jelas khas dan
cita rasa beliau, bagi yang terbiasa membaca karya-karyanya, hal ini
akan mudah diketahui. Wallahu A’lam
6. Imam Asy Syaukani Rahimahullah
Dalam kitab Nailul Authar-nya,
Ketika membahas tentang hadits dari Ibnu Abbas, tentang pertanyaan
seorang laki-laki, bahwa ibunya sudah meninggal apakah sedekah yang
dilakukannya membawa manfaat buat ibunya? Rasulullah menjawab: ya. (HR.
Bukhari, At Tirmidzi, Abu Daud, dan An Nasa’i)
Dalam menjelaskan hadits ini, dia mengatakan:
وَقَدْ اُخْتُلِفَ فِي غَيْرِ
الصَّدَقَةِ مِنْ أَعْمَالِ الْبِرِّ هَلْ يَصِلُ إلَى الْمَيِّتِ ؟
فَذَهَبَتْ الْمُعْتَزِلَةُ إلَى أَنَّهُ لَا يَصِلُ إلَيْهِ شَيْءٌ
وَاسْتَدَلُّوا بِعُمُومِ الْآيَةِ وَقَالَ فِي شَرْحِ الْكَنْزِ : إنَّ
لِلْإِنْسَانِ أَنْ يَجْعَلَ ثَوَابَ عَمَلِهِ لِغَيْرِهِ صَلَاةً كَانَ
أَوْ صَوْمًا أَوْ حَجًّا أَوْ صَدَقَةً أَوْ قِرَاءَةَ قُرْآنٍ أَوْ
غَيْرَ ذَلِكَ مِنْ جَمِيعِ أَنْوَاعِ الْبِرِّ ، وَيَصِلُ ذَلِكَ إلَى
الْمَيِّتِ وَيَنْفَعُهُ عِنْدَ أَهْلِ السُّنَّةِ انْتَهَى
Telah ada perbedaan pendapat para
ulama, apakah ‘sampai atau tidak’ kepada mayit, perihal amal kebaikan
selain sedekah? Golongan mu’tazilah (rasionalis ekstrim) mengatakan,
tidak sampai sedikit pun. Mereka beralasan dengan keumuman ayat (yakni
An Najm: 39, pen). Sementara, dalam Syarh Al Kanzi Ad Daqaiq,
disebutkan: bahwa manusia menjadikan amalnya sebagai pahala untuk orang
selainnya, baik itu dari shalat, puasa, haji, sedekah, membaca Al Quran,
dan semua amal kebaikan lainnya, mereka sampaikan hal itu kepada mayit,
dan menurut Ahlus Sunnah hal itu bermanfaat bagi mayit tersebut.
Selesai. (Imam Asy Syaukani, Nailul Authar, 4/92. Maktabah Ad Da’wah Al
Islamiyah)
Imam Asy Syaukani telah memberikan
dalil untuk masing-masing amal kebaikan yang bisa disampaikan kepada
mayit, baik puasa, haji, sedekah, dan juga membaca Al Quran. (Ibid,
4/93)
7. Al Imam Al Hafizh Fakhruddin Az Zaila’i Rahimahullah
Perlu diketahui, ayat yang dijadikan
dalil oleh Imam Asy Syafi’i, menurut Ibnun Abbas telah dimansukh
(dihapus). Dalam Tafsir Ibnu Jarir tentang An Najm ayat 39: “Manusia
tidaklah mendapatkan kecuali apa yang diusahakannya.” Disebutkan dari
Ibnu Abbas bahwa ayat tersebut mansukh (dihapus, yang dihapus bukanlah
teksnya, tetapi hukumnya, pen) oleh ayat lain yakni, “Dan orang-orang
yang beriman, dan yang anak cucu mereka mengikuti mereka dalam keimanan,
Kami hubungkan anak cucu mereka dengan mereka ..” maka anak-anak akan
dimasukkan ke dalam surga karena kebaikan yang dibuat bapak-bapaknya.
(Imam Abu Ja’far bin Jarir Ath Thabari, Jami’ul Bayan fi Ta’wilil Quran,
22/546-547)
Sementara dalam kitab Tabyin Al
Haqaiq Syarh Kanzu Ad Daqaiq, disebutkan bahwa An Najm ayat 39 tersebut
dikhususkan untuk kaum Nabi Musa dan Ibrahim, karena di dalam rangkaian
ayat tersebut diceritakan tentang kitab suci mereka berdua, firmanNya:
“Ataukah belum diberitakan kepadanya apa yang ada dalam lembaran-
lembaran Musa? dan lembaran-lembaran Ibrahim yang selalu menyempurnakan
janji?” (QS. An Najm (53): 36-37)
Ada juga yang mengatakan, maksud
ayat tersebut (An Najm 39) adalah untuk orang kafir, sedangkan orang
beriman, maka baginya juga mendapatkan manfaat usaha dari saudaranya.
(Imam Fakhruddin Az Zaila’i, Tabyin Al Haqaiq Syarh Kanzu Ad Daqaiq,
5/132)
8. Imam Ibnu Nujaim Al Hanafi dan Imam Kamaluddin bin Al Hummam Rahimahumallah
ومنها ما رواه أبو داود "اقرءوا على
موتاكم سورة يس" وحينئذ فتعين أن لا يكون قوله تعالى: {وَأَنْ لَيْسَ
لِلْإِنْسَانِ إِلَّا مَا سَعَى} [النجم:39] على ظاهره، وفيه تأويلات
أقربها ما اختاره المحقق ابن الهمام أنها مقيدة بما يهبه العامل يعني ليس
للإنسان من سعي غيره نصيب إلا إذا وهبه له فحينئذ يكون له.
“Di antaranya adalah apa yang
diriwayatkan oleh Abu Daud: “Bacalah surat Yasin atas orang yang
menghadapi kematian di antara kalian.” Saat itu tidaklah ayat: Manusia
tidaklah mendapatkan kecuali apa yang diusahakannya (An Najm: 39)
diartikan secara zhahir. Ayat ini memliki banyak takwil. Yang paling
dekat dengan kebenaran adalah apa yang telah dipilih oleh Al Muhaqqiq
Ibnu Al Hummam, bahwa ayat itu tidak termasuk orang yang menghadiahkan
amalnya. Artinya, tidaklah bagi manusia mendapatkan bagian selain apa
yang diusahakannya, kecuali jika dia menghibahkan kepada orang lain,
maka saat itu menjadi milik orang tersebut.” (Imam Ibnu Nujaim Al
Hanafi, Al Bahrur Raiq Syarh Kanz Ad Daqaiq, 3/84. Dar Ihya At Turats)
Dalam kitab Fathul Qadir –nya Imam
Ibnul Hummam, pada Bab Al Hajj ‘anil Ghair, setelah beliau memaparkan
hadits-hadits tentang amal shalih yang bisa dilakukan orang hidup dan
bermanfaat untuk orang mati, seperti doa, haji, sedekah, dan terakhir
dia menyebut hadits tentang membaca surat Yasin. Lalu beliau mengatakan,
bahwa siapa saja yang berbuat amal kebaikan untuk orang lain maka
dengannya Allah Ta’ala akan memberinya manfaat dan hal itu telah sampai
secara mutawatir (diceritakan banyak manusia dari zaman ke zaman yang
tidak mungkin mereka sepakat untuk dusta, pen). (Imam Kamaluddin bin Al
Hummam, Fathul Qadir, 6/134)
9. Imam Al Mardawi Rahimahullah
Beliau berkata:
أي قربة فعلها: الدعاء، والاستغفار،
والواجب الذي تدخله النيابة، وصدقة التطوع، والعتق، وحج التطوع، فإذا فعلها
المسلم وجعل ثوابها للميت المسلم نفعه ذلك إجماعًا، وكذا تصل إليه القراءة
والصلاة والصيام
Ibadah qurbah apa saja yang
dilakukan, seperti doa, istighfar, kewajiban yang termasuk bisa
diwakilkan, sedekah yang sunah, membebaskan budak, dan haji yang sunah,
jika seorang muslim melakukannya dan menjadikan pahalanya untuk mayit
muslim, maka itu bermanfaat menurut ijma’, begitu pula sampainya bacaan
Al Quran, shalat, dan puasa. (Al Inshaf, 2/560)
Apa yang dikatanyan ijma’ adalah
hanya untuk doa, istighfar, kewajiban yang bisa diwakilkan (seperti
haji), sedekah sunah, membebaskan budak, dan haji sunah. Ada pun membaca
Al Quran, shalat dan puasa untuk mayit adalah diperselisihkan
sebagaimana tertera dalam beragam kitab fuqaha.
10. Imam Ibnu Rusyd Al Maliki Rahimahullah
Imam Muhammad Al Kharrasyi mengatakan dalam kitabnya, Syarh Mukhtashar Khalil:
Dalam An Nawazil-nya, Ibnu Rusyd
mengatakan: “Jika seseorang membaca Al Quran dan menjadikan pahalanya
untuk mayit, maka hal itu dibolehkan. Si Mayit akan mendapatkan
pahalanya, dan sampai juga kepadanya manfaatnya. Insya Allah Ta’ala.”
(Imam Muhammad Al Kharrasyi, Syarh Mukhtashar Khalil, 5/467)
11. Imam Al Qarrafi Al Maliki Rahimahullah
Beliau mengatakan, “Yang nampak
adalah bahwa bagi orang yang sudah wafat akan mendapat keberkahan dari
membaca Al Quran, sebagaimana seseorang yang mendapatkan keberkahan
karena bertetanggaan dengan orang shalih, maka hendaknya jangan sampai
dibiarkan begitu saja mayat dari perkara membaca Al Quran dan tahlil
(membaca Laa Ilaha Illallah) yang dilakukan saat dikuburnya.” (Imam
Ahmad An Nafrawi, Al Fawakih Ad Dawani, 3/283)
12. Imam Ibnu Hajar Al Haitami Asy Syafi’i Rahimahullah
Dalam Tuhfatul Muhtaj fi Syarhil
Minhaj beliau mengatakan –setelah mengutip hadits membaca Yasin untuk
orang yang sedang sakaratul maut- bahwa hendaknya diperdengarkan bacaan
Al Quran bagi mayit agar mendapatkan keberkahannya sebagaimana orang
hidup, jika diucapkan salam saja boleh, tentu membacakannya Al Quran
adalah lebih utama. Mereka telah menerangkan bahwa dianjurkan bagi para
peziarah dan pengantar untuk membacakan bagian dari Al Quran. (Imam Ibnu
Hajar Al Haitami Al Makki, Tuhfatul Muhtaj fi Syarhil Minhaj, 10/371)
13. Imam Syihabuddin Ar Ramli Asy Syafi’i Rahimahullah
Beliau membolehkan membaca Al Quran
untuk mayit bahkan setelah dikuburkan, dan ada sebagian pengikut Syafi’i
lainnya menyatakan itu sunah. (Imam Syihabuddin Ar ramli, Nihayatul
Muhtaj, 2/428)
14. Syaikh Hasanain Makhluf Rahimahullah (Mufti Mesir pada masanya)
Beliau mengatakan –setelah
memaparkan berbagai hadits tentang fadhilah Yasin dan analisa yang cukup
panjang- bahwa dibolehkan membaca surat Yasin pada orang sakit untuk
meringankannya, juga pada orang yang mengalami sakaratul maut, dan boleh
juga membacanya untuk orang yang sudah wafat dengan alasan untuk
meringankannya. (Fatawa Al Azhar, 5/471)
15. Syaikh ‘Athiyah Shaqr Rahimahullah (Mufti Mesir pada masanya)
Setelah beliau memaparkan
hadits-hadits tentang pembacaan Yasin untuk orang wafat, beliau
mengatakan bahwa para ulama berbeda pendapat tentang waktu pembacaannya.
Ada yang mengatakan sebelum wafat (ketika sakaratul maut) demi
meringankan keluarnya ruh, dan saat itu pun malaikat hadir
mendengarkannya untu menurunkan rahmat. Ada juga yang mengatakan dibaca
setelah wafat, baik sebelum di kubur atau sesudah dikubur, sama saja.
Dan dibolehkan membaca Yasin dengan menghadiahkan pahalanya, Insya Allah
itu bermanfaat bagi mayit, dan surat Yasin memiliki keutamaan itu dan
juga pengaruhnya. Sedangkan pendapat beliau sendiri, membaca surat Yasin
adalah sama saja waktunya, baik ketika sakaratul maut atau setelah
wafatnya. Malaikat ikut mendengarkannya, mayit mendapatkan faidahnya
karena hadiah tersebut, dan si pembaca juga mendapatkan pahala, begitu
pula pendengarnya akan mendapatkan pelajaran dan hikmah darinya. (Fatawa
Al Azhar, 8/295)
Kesimpulan
Demikianlah perselisihan ini. Telah
nampak bagi kami, bahwa pandangan kelompok pertama, kelompok yang tidak
mensyariatkan membaca untuk orang wafat, adalah pendapat yang lebih kuat
dan lebih selamat. Sesuai alasan yang disampaikan oleh Imam Ibnu
Katsir. Yaitu, tidak ada nash shahih dari Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi
wa Sallam tentang contoh atau perintahnya. Sedangkan pesan Abdullah bin
Amru agar dia dibacakan Al Quran jika dikuburkan, tidaklah memiliki
implikasi syariat, sebab dia bukanlah pembuat syariat. Bagaimana mungkin
pesan orang lain menjadi dihukumi sunah, padahal ada perbuatan nabi
yang belum tentu dihukumi sunah? Alasan kelompok yang membolehkan, hal
ini diqiyaskan dengan sedekah, doa, dan haji, yang memang memiliki nash
shahih kebolehannya, dan semua ini telah menjadi ijma’ memiliki manfaat
untuk orang wafat. Ini juga telah dibantah oleh Imam Ibnu Katsir,
Beliau katakan tidak boleh melakukan qiyas dalam urusan ibadah ritual
dan ini sudah menjadi ketetapan para ahli ushul. Ibadah ritual harus
memiliki dalil khusus untuk melaksanakannya. Sedangkan, kebolehan
mengirim sedekah, doa, dan haji, untuk orang wafat memang memiliki dalil
shahih yang jelas. Wallahu A’lam
Namun, masih ada jalan keluar yang
bisa kita tempuh untuk keluar dari perselisihan ini, yakni semua ulama
sepakat (ijma’) bahwa berdoa untuk sesama muslim, baik masih sehat,
orang sakit, sakaratul maut, dan orang yang sudah meninggal adalah
dibolehkan, sebagaimana yang sudah kami jelaskan. Maka, bagi yang tetap
ingin mengirimkan pahala membaca Al Quran, sebaiknya ia lakukan dalam
bentuk doa saja, setelah dia membaca Al Quran: “Ya Allah, jadikanlah
bacaan Al Quranku tadi sebagai rahmat bagi si fulan, dan berikanlah
pahalanya bagi si fulan.” Inilah cara yang ditempuh oleh sebagian ulama
–seperti Imam Muhammad Al Kharrasyi dan Imam Ahmad An Nafrawi- untuk
menengahi dua arus pemikiran ini. Jadi, membaca Al Quran tidak
langsung diniatkan untuk si mayit, tapi ia berdoa kepada Allah Ta’ala
semoga pahala bacaan Al Qurannya disampaikan untuk si mayit.
Dalam kitab Al Madkhal disebutkan
bahwa barangsiapa yang ingin menyampaikan pahala bacaan Al Quran untuk
mayit tanpa ada perselisihan pendapat, maka hendaknya dia menjadikannya
sebagai doa, seperti: Allahuma awshil tsawaba Dzalik (Ya Allah,
sampaikanlah pahala ini ..) (Syarh Mukhtashar Khalil, 5/468. Al Fawakih
Ad Dawani, 3/283).
Terakhir, kami sampaikan pandangan
bijak dari seorang ulama masa kini, Beliau tidak menyetujui membaca Al
Quran untuk orang yang sudah wafat, tetapi pandangannya yang jernih dan
sikapnya pun dewasa. Berikut ucapan Syaikh ‘Athiyah bin Muhammad Salim:
أما أن نذهب إلى الميت، أو إلى القبر
ونقرؤها فبعض العلماء يقول: كان بعض السلف يحب أن يقرأ عنده يس، وبعضهم يحب
أن تقرأ عنده سورة الرعد، وبعضهم سورة البقرة، كل ذلك من أقوال السلف ومن
أفعالهم، فلا ينبغي الإنكار في ذلك إلى حد الخصومة، ولو أن إنساناً عرض
وجهة نظره واكتفى بذلك فقد أدى ما عليه، لكن أن تؤدي إلى الخصومة والمنازعة
والمدافعة فهذا ليس من سنة رسول الله صلى الله عليه وسلم في البيان، وفي
الدعوة إلى الله أو إلى سنة رسول الله.
“Adapun kami pergi menuju mayit,
atau kubur, dan kami membaca Al Quran. Maka sebagian ulama mengatakan:
“Dahulu kaum salaf menyukai membaca surat Yasin di samping mayit,
sebagian lagi menyukai membaca surat Ar Ra’du, dan sebagian lain surat
Al Baqarah. Semua ini merupakan ucapan dan perbuatan kaum salaf
(terdahulu). Maka, tidak semestinya mengingkari hal itu hingga lahir
kebencian. Seandainya manusia sudah menyampaikan pandangannya maka hal
itu sudah cukup, dan dia telah menunaikan apa yang seharusnya. Tetapi
jika demi melahirkan permusuhan, perdebatan, dan menyerang, maka ini
bukanlah sunah Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam dalam memberikan
penjelasan, dan bukan cara dakwah kepada Allah dan kepada sunah
Rasulullah.” (Syaikh ‘Athiyah bin Muhammad Salim, Syarh Bulughul Maram,
Hal. 113. Maktabah Misykah)
Wallahu A’lam
Referensi:
- Al Quranul Karim
- Jami’ul Bayan fi Ta’wilil Quran, karya Imam Abu Ja’far bin Jarir Ath Thabari
- Tafsir Al Quran Al ‘Azhim, karya Imam Abu Al Fida bin Katsir
- At Tafsir Al Kabir, karya Imam Fakhruddin Ar Razi
- Sunan Abu Daud, karya Imam Abu Daud
- Sunan Ibnu Majah, karya Imam Ibnu Majah
- Shahih Ibnu Hibban, karya Imam Ibnu Hibban
- Musnad Ahmad, karya Imam Ahmad
- Al Mu’jam Al Kabir, karya Imam Ath Thabarani
- Syu’abul Iman, karya Imam Al Baihaqi
- Bulughul Maram, karya Imam Ibnu Hajar Al ‘Asqalani Asy Syafi’i
- Syarh Bulughul Maram, karya Syaikh ‘Athiyah bin Muhammad Salim
- At Talkhish Al Habir, karya Imam Ibnu Hajar Al ‘Asqalani Asy Syafi’i
- Riyadhushshalihin, karya Imam Abu Zakaria Yahya Syarf An Nawawi Asy Syafi’i
- Tuhfah Al Ahwadzi Syarh Sunan At Tirmidzi, karya Syaikh Abdurraman Al Mubarkafuri
- Hasyiah ‘ Ala Ibni Majah, karya Imam Abul Hasan Muhammad bin Abdil Hadi As Sindi
- Hasyiah Raddul Muhtar ‘ Ala Durril Mukhtar, karya Imam Muhammad Amin bin ‘Abidin Al Hanafi
- Ad Durrul Mukhtar Syarh Tanwir Al Abshar, karya Imam Al Hashfaki Al Hanafi
- Syarh Sunan Abi Daud, karya Syaikh Abdul Muhsin Al ‘Abbad Al Badr
- Raudhatul Muhadditsin, karya kumpulan para ulama
- Irwa’ul Ghalil, karya Syaikh Muhammad Nashiruddin Al Albani
- Misykah Al Mashabih, karya Syaikh Muhammad Nashiruddin Al Albani
- As Silsilah Adh Dhaifah, karya Syaikh Muhammad Nashiruddin Al Albani
- Shahih wa Dhaif Sunan Abi Daud, karya Syaikh Muhammad Nashiruddin Al Albani
- Dhaiful Jami’ush Shaghir, karya Syaikh Muhammad Nashiruddin Al Albani
- Subulus Salam, karya Imam ‘Amir Ash Shan’ani
- Fiqhus Sunnah, karya Syaikh Sayyid Sabiq
- Syarh Mukhtashar Khalil, karya Imam Muhammad Al Kharrasyi Al Maliki
- Al Fawakih Ad Dawani, karya Imam Ahmad An Nafrawi Al Maliki
- I’anatuth Thalibin Syarh Fathul Mu’in, karya Imam Sayyid Al Bakri Ad Dimyathi Asy Syafi’i
- Tuhfatul Muhtaj fi Syarhil Minhaj, karya Imam Ibnu Hajar Al Haitami Al Makki Asy Syafi’i
- Nihayatul Muhtaj, karya Imam Syihabuddin Ar Ramli Asy Syafi’i
- Al Muhadzdzab, karya Imam Abu Ishaq Asy Syirazi Asy Syafi’i
- Al Majmu Syarh Al Muhadzdzab, karya Imam Abu Zakaria Yahya Syarf An Nawawi Asy Syafi’i
- Majmu’ Fatawa , karya Syaiukh Abdul Aziz bin Abdullah bin Baz
- Fatawa Islamiyah, karya kumpulan para Ulama Saudi Arabia
- Ar Raudhah An nadiyah, karya Syaikh Shiddiq hasan khan
- Nailul Authar, karya Imam Ali Asy Syaukani
- Zaadul Ma’ad, karya Imam Ibnu Qayyim Al Jauziyah Al Hambali
- Al Mulakhash Al Fiqhi, karya Syaikh Shalih bin Abdillah Fauzan Al Hambali
- Al Bayan Li Akhtha’i Ba’dhil Kitab, karya Syaikh Shalih bin Abdillah Fauzan Al Hambali
- Fathul ‘Aziz Syarh Al Wajiz (Asy Syarhul Kabir), karya Imam Abdul Karim Ar Rafi’i Asy Syafi’i
- Asy Syarhul Kabir, karya Imam Ibnu Qudamah Al Maqdisi Al Hambali
- Al Mubdi’ Syarh Al Muqni’, Imam Abu Ishaq bin Muflih Al Hambali
- Syarh Muntaha Al Iradat, karya Imam Manshur bin Yusuf Al Bahuti Al Hambali
- Raudhul Murabba’, karya Imam Manshur bin Yusuf Al Bahuti Al Hambali
- Al Fiqhul Islami wa Adillatuhu, karya Syaikh Wahbah Az Zuhaili
- Al Mughni, karya Imam Ibnu Qudamah Al Maqdisi Al Hambali
- Tabyin Al Haqaiq Syarh Kanzi Ad Daqaiq, karya Imam Fakhruddin Az Zaila’i Al Hanafi
- Al Bahrur Raiq Syarh Kanzi Ad Daqaiq, karya Imam Ibnu Nujaim Al Hanafi
- Fathul Qadir, karya Imam Kamaluddin bin Al Hummam Al Hanafi
- Al Mausu’ah Al Fiqhiyah Al Kuwaitiyah, karya para ulama Kuwait
- Fatawa Al Lajnah Ad Daimah Lil Buhuts Al ‘Ilmiyah wal Ifta’, karya para ulama besar Kerajaan Saudi Arabia
- Fatawa Al Azhar, karya para mufti Mesir dan para Syaikhul Azhar Kairo
- 60 Biografi Ulama Salaf, karya Syaikh Ahmad Farid
http://www.ustadzfarid.com/2011/06/membaca-yasin-untuk-orang-yang.html
Senin, 28 April 2014
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
0 komentar:
Posting Komentar