Dalil Eksistensi Jin dalam Al-Qur’an
1. QS. Al-Ahqaaf : 29
وَإِذْ صَرَفْنَا إِلَيْكَ نَفَرًا مِنَ الْجِنِّ يَسْتَمِعُونَ الْقُرْآَنَ
“Dan (ingatlah) ketika Kami hadapkan serombongan jin kepadamu yang mendengarkan Al Quran”.
2. QS. Al-An’aam : 130
يَا
مَعْشَرَ الْجِنِّ وَالْإِنْسِ أَلَمْ يَأْتِكُمْ رُسُلٌ مِنْكُمْ
يَقُصُّونَ عَلَيْكُمْ آَيَاتِي وَيُنْذِرُونَكُمْ لِقَاءَ يَوْمِكُمْ
هَذَا
“Hai
golongan jin dan manusia, apakah belum datang kepadamu Rasul-Rasul dari
golongan kamu sendiri, yang menyampaikan kepadamu ayat-ayat-Ku dan
memberi peringatan kepadamu terhadap pertemuanmu dengan hari ini”.
3. QS. Ar-Rahmaan : 33
يَا
مَعْشَرَ الْجِنِّ وَالْإِنْسِ إِنِ اسْتَطَعْتُمْ أَنْ تَنْفُذُوا مِنْ
أَقْطَارِ السَّمَاوَاتِ وَالْأَرْضِ فَانْفُذُوا لَا تَنْفُذُونَ إِلَّا
بِسُلْطَانٍ
“Hai
golongan jin dan manusia, jika kamu sanggup menembus (melintasi)
penjuru langit dan bumi, maka lintasilah, kamu tidak dapat menembusnya
kecuali dengan kekuatan”.
4. QS. Al-Jin : 1
قُلْ أُوحِيَ إِلَيَّ أَنَّهُ اسْتَمَعَ نَفَرٌ مِنَ الْجِنِّ فَقَالُوا إِنَّا سَمِعْنَا قُرْآَنًا عَجَبًا
“Katakanlah
(hai Muhammad): "Telah diwahyukan kepadamu bahwasanya telah
mendengarkan sekumpulan jin (akan Al Quran), lalu mereka berkata :
Sesungguhnya kami telah mendengarkan Al-Quran yang menakjubkan”.
5. QS. Al-Jin : 6
وَأَنَّهُ كَانَ رِجَالٌ مِنَ الْإِنْسِ يَعُوذُونَ بِرِجَالٍ مِنَ الْجِنِّ فَزَادُوهُمْ رَهَقًا
“Dan
bahwasanya ada beberapa orang laki-laki di antara manusia meminta
perlindungan kepada beberapa laki-laki di antara jin, maka jin-jin itu
menambah bagi mereka dosa dan kesalahan”.
Dalil Eksistensi Jin dalam As-Sunnah An-Nabawiyyah
1. Muslim meriwayatkan dalam Shahih-nya dari Ibnu Mas’ud radliyallaahu ‘anhu ia berkata :
كنا
مع رسول الله صلى الله عليه وسلم ذات ليلة. ففقدناه. فالتمسناه في الأودية
والشعاب. فقلنا: استطير أو اغتيل. قال فبتنا بشر ليلة بات بها قوم. فلما
أصبحنا إذا هو جاء من قبل حراء. قال فقلنا: يا رسول الله! فقدناك فطلبناك
فلم نجدك فبتنا بشر ليلة بات بها قوم. فقال "أتاني داعي الجن. فذهبت معه.
فقرأت عليهم القرآن" قال فانطلق بنا فأرانا آثارهم وآثار نيرانهم. وسألوه
الزاد. فقال "لكم كل عظم ذكر اسم الله عليه يقع في أيديكم، أوفر ما يكون
لحما. وكل بعرة علف لدوابكم". فقال رسول الله صلى الله عليه وسلم "فلا
تستنجوا بهما فإنهما طعام إخوانكم".
“Kami pernah bersama Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa sallam
pada suatu malam, lalu kami kehilangan beliau sehingga kami mencarinya
di lembah-lembah dan perkampungan. Kami berkata : ‘Beliau dibawa terbang
atau terbunuh’. Oleh karena itu, kami pun bermalam dengan satu malam
yang buruk bersama orang-orang. Ketika shubuh tiba, maka tiba-tiba
beliau shallallaahu ‘alaihi wa sallam mendatangi
kami dari arah Hira’. Kami berkata : ‘Wahai Rasulullah, kami telah
kehilanganmu dan kami pun kemudian mencarimu namun tidak ketemu.
Akhirnya, kami pun bermalam dengan satu malam yang buruk (dengan sebab
itu) bersama orang-orang’. Beliau shallallaahu ‘alaihi wa sallam bersabda : ‘Telah
datang kepadaku seorang da’i dari kalangan jin. Maka aku pun pergi
bersamanya kemudian aku bacakan Al-Qur’an kepada kaumnya’. Ibnu Mas’ud berkata : “Kemudian Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa sallam pergi
bersama kami dan kami pun melihat bekas-bekas mereka dan bekas-bekas
perapian mereka”. Mereka (para jin) bertanya kepada beliau shallallaahu ‘alaihi wa sallam bertanya kepada beliau mengenai bekal makanan. Beliau shallallaahu ‘alaihi wa sallam menjawab : “Bagi
kalian setiap tulang yang disebut nama Allah padanya (ketika
menyembelihnya), maka ia akan jatuh ke tanganmu sebagai tulang yang
masih berdaging. Dan juga setiap kotoran dari binatang kalian”. Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa sallam melanjutkan sabdanya : “Maka,
janganlah kalian beristinja’ dengan keduanya (yaitu tulang dan kotoran
hewan) karena ia adalah makanan bagi saudara kalian”.[1]
2. Dari Abu Sa’id Al-Khudriy radliyallaahu ‘anhu ia berkata : Telah berkata kepadaku Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa sallam :
إني
أراك تحب الغنم والبادية فإذا كنت في غنمك وباديتك فأذنت بالصلاة فارفع
صوتك بالنداء فإنه لا يسمع مدى صوتك المؤذن جن ولا إنس ولا شيء إلا شهد له
يوم القيامة
“Aku
melihatmu senang kepada kambing dan padang gembalaan. Apabila engkau
sedang bersama kambing-kambingmu di padang gembalaan, lalu engkau
mengumandangkan adzan untuk shalat, maka keraskanlah suaramu itu.
Sesungguhnya tidak ada jin, manusia, atau apapun yang mendengar suara
muadzin kecuali ia akan menjadi saksi baginya kelak di hari kiamat”.[2]
3. Dalam Shahihain; dari Ibnu ‘Abbas radliyallaahu ‘anhuma, ia berkata :
انطلق
النبي صلى الله عليه وسلم في طائفة من أصحابه، عامدين إلى سوق عكاظ، وقد
حيل بين الشياطين وبين خبر السماء، وأرسلت عليهم الشهب، فرجعت الشياطين إلى
قومهم، فقالوا: ما لكم ؟ فقالوا: حيل بيننا بين خبر السماء، وأرسلت علينا
الشهب، قالوا ما حال بينكم وبين خبر السماء إلا شيء حدث، فاضربوا مشارق
الأرض ومغاربها، فانظروا ما هذا الذي حال بينكم وبين خبر السماء، فانصرف
أولئك الذين توجهوا نحو تهامة، إلى النبي صلى الله عليه وسلم وهو بنخلة،
عامدين إلى سوق عكاظ، وهو يصلي بأصحابه صلاة الفجر، فلما سمعوا القرآن
استمعوا له، فقالوا: هذا والله الذي حال بينكم وبين خبر السماء، فهنالك حين
رجعوا إلى قومهم، فقالوا: يا قومنا: {إنا سمعنا قرآنا عجبا. يهدي إلى
الرشد فآمنا به ولن نشرك بربنا أحدا}.
فأنزل الله على نبيه صلى الله عليه وسلم: {قل أوحي إلي} وإنما أوحي إليه قول الجن.
فأنزل الله على نبيه صلى الله عليه وسلم: {قل أوحي إلي} وإنما أوحي إليه قول الجن.
“Nabi shallallaahu ‘alaihi wa sallam pernah
pergi bersama sejumlah shahabat menuju pasar ‘Ukaadh – sementara itu
syaithan-syaithan telah dihalangi dari mendapatkan berita dari langit
dengan dilemparkan kepada mereka asy-syihab (meteor).
Maka syaithan-syaithan tadi kembali kepada kaumnya, dan kaumnya itu
bertanya : ‘Ada apa dengan kalian ?’. Mereka menjawab : ‘Kami telah
dihalangi memperoleh berita dari langit, dan kami pun dilempari dengan asy-syihab’.
Kaum mereka berkata : ‘Tidaklah ada yang menghalangi kalian dari
memperoleh berita langit kecuali sesuatu telah terjadi. Maka pergilah
kalian ke arah penjuru timur dan barat bumi. Lihatlah apa apa yang
menghalangi kalian untuk memperoleh berita dari langit’. Maka mereka pun
beranjak pergi ke arah Tihaamah dan bertemu dengan Nabi shallallaahu ‘alaihi wa sallam yang
ketika berada di Nikhlah dalam perjalanan menuju pasar ‘Ukaadh. Beliau
ketika itu sedang melaksanakan shalat shubuh dengan para shahabatnya.
Ketika mereka mendengar Al-Qur’an dibacakan, maka mereka pun benar-benar
memperhatikannya, seraya berkata : “Inilah – demi Allah – yang telah
menghalangi kita untuk mendapatkan berita dari langit”. Dari tempat ini,
mereka (syaithan) kembali kepada kaumnya. Mereka berkata : “Wahai
kaumku, sesungguhnya kami telah
mendengarkan Al-Qur'an yang menakjubkan, (yang) memberi petunjuk kepada
jalan yang benar, lalu kami beriman kepadanya. Dan kami sekali-kali
tidak akan mempersekutukan seorang pun dengan Tuhan kami” (QS. Al-Jin : 1-2). Maka Allah pun menurunkan kepada Nabi-Nya shallallaahu ‘alaihi wa sallam ayat : “Katakanlah (hai Muhammad): Telah diwahyukan kepadaku” (QS. Al-Jin : 1). Dan yang diwahyukan kepada beliau adalah perkataan jin (ketika kagum terhadap bacaan Al-Qur’an Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa sallam)”.[3]
Dalil-dalil mengenai hal ini adalah sangat banyak dan insyaAllah akan didapatkan pada pembahasan selanjutnya.
Tidak Terlihat Bukanlah Dalil Bahwa Jin Itu Tidak Ada
Tidak
terlihatnya jin oleh manusia tidaklah menunjukkan bahwa
wujud/eksistensi jin itu tidak ada pula. Betapa banyak sesuatu yang
tidak kita lihat, namun pada hakekatnya ada; seperti misal : arus
listrik. Kita tidak dapat melihatnya namun ia mengalir di dalam kabel.
Kita membuktikan dengan pengaruh-pengaruhnya yang nampak pada lampu
(dengan nyala/cahaya yang ditimbulkannya) atau yang lainnya. Contoh lain
adalah udara yang kita hirup untuk mempertahankan hidup kita. Kita
tidak melihatnya, namun kita bisa merasakannya. Bahkan ruh (nyawa) yang
merupakan esensi dari hidup kita; kita tidak bisa melihat dan
mengetahuinya, namun demikian tetap kita meyakini keberadaannya.
Dari Apa Jin Diciptakan ?
Sesungguhnya beberapa ayat Al-Qur’an dan hadits-hadits Nabawiyyah menunjukkan hal yang pasti bahwa jin itu diciptakan dari api (naar).
Allah ta’ala berfirman :
وَخَلَقَ الْجَانَّ مِنْ مَارِجٍ مِنْ نَارٍ
“Dan Dia menciptakan jin dari nyala api” [QS. Ar-Rahmaan : 15].
Ibnu ‘Abbas radliyallaahu ‘anhuma berkata ketika menafsirkan firman Allah ta’ala : {مِنْ مَارِجٍ مِنْ نَارٍ} “dari nyala api” ; yaitu inti api (خالص النار). Dalam riwayat lain : ujung nyala api (طرف لهبها).[4]
Allah ta’ala berfirman :
وَالْجَانَّ خَلَقْنَاهُ مِنْ قَبْلُ مِنْ نَارِ السَّمُومِ
“Dan Kami telah menciptakan jin sebelum (Adam) dari api yang sangat panas” [QS. Al-Hijr : 27].
أَنَا خَيْرٌ مِنْهُ خَلَقْتَنِي مِنْ نَارٍ وَخَلَقْتَهُ مِنْ طِينٍ
“Aku lebih baik daripadanya. Engkau ciptakan aku dari api sedang dia Engkau ciptakan dari tanah” [QS. Al-A’raaf : 12].
Jikalau
ada yang mengatakan : “Bagaimana kalian menjadikan perkataan Iblis
sebagai dalil (dalam QS. Al-A’raf : 12), padahal dia dikenal sebagai
pendusta ?”. Kami jawab : “Dalil yang dipakai bukanlah semata-mata dari
perkataan Iblis, namun taqrir (penegasan) Allah tabaaraka wa ta’aalaa atas perkataan tersebut; karena Allah tidak akan pernah menegaskan sesuatu yang bathil.
Dan diriwayatkan oleh Muslim dan Ahmad rahimahumallaah, dari ‘Aisyah radliyallaahu ‘anhaa ia berkata :
خلقت الملائكة من نور، وخلق الجان من مارج من نار، وخلق آدم مما وصف لكم
“Malaikat diciptakan dari cahaya, jin diciptakan dari nyala api, dan Adam diciptakan dari apa yang telah dijelaskan kepadamu”.[5]
Apabila Jin adalah Makhluk yang Diciptakan dari Api, Maka Bagaimana Golongan Kafir dari Mereka Diadzab dengan Api Juga ?
Pertanyaan
ini sering dilontarkan oleh banyak orang, namun seandainya mereka mau
berpikir sedikit saja niscaya mereka akan memahaminya. Kita semua
mengetahui bahwasannya manusia diciptakan dari tanah, namun mereka
sekarang tidaklah berwujud tanah (lagi), melainkan asalnya saja dari
tanah. Begitu pula dengan jin yang diciptakan dari api. Mereka sekarang
bukan lagi api. Dalil mengenai hal itu sangat banyak, di antaranya :
1. Hadits yang diriwayatkan oleh An-Nasaa’iy dengan sanad shahih atas syarat Al-Bukhari, dari ‘Aisyah radliyallaahu ‘anhaa : Bahwasannya Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa sallam satu ketika melakukan shalat yang kemudian didatangi (diganggu) oleh syithan. Maka beliau shallallaahu ‘alaihi wa sallam memegangnya, membantingnya, dan mencekiknya. Beliau bersabda :
حتى وجدت برد لسانه على يدي
“Hingga aku rasakan dingin lidahnya di tanganku”.[6]
Hadits ini menjelaskan bahwasannya jin saat ini bukanlah api. Jika memang jin sekarang masih berwujud api, maka Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa sallam tidak akan merasakan dinginnya lidah syaithan di tangannya.
2. Sabda Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa sallam :
إن عدو الله إبليس جاء بشهاب من نار ليجعله في وجهي...
“Sesungguhnya musuh Allah Iblis datang dengan gugusan api untuk diletakkan di wajahku…”.[7]
3. Hadits yang diriwayatkan oleh Maalik dalam Al-Muwaththa’ dari Yahyaa bin Sa’iid ia berkata :
أسري
برسول الله صلى الله عليه وسلم فرأى عفريتا من الجن يطلبه بشعلة من نار
كلما التفت رسول الله صلى الله عليه وسلم رآه فقال له جبريل أفلا أعلمك
كلمات تقولهن إذا قلتهن طفئت شعلته وخر لفيه
“Ketika Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa sallam di-isra’-kan, maka beliau melihat Ifrit dari kalangan Jin yang mengejarnya dengan membawa obor api. Setiap kali Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa sallam
menoleh, beliau selalu melihatnya. Maka Jibril berkata kepada beliau :
‘Tidakkah engkau mau aku ajarkan beberapa kalimat yang jika engkai
ucapkan niscaya akan memadamkan obor apinya dan jatuh ke mulutnya”.[8]
Adapun
pendalilan dari dua hadits di atas adalah bahwasannya jika Iblis masih
berwujud api sebagaimana ia diciptakan, tentu saja ia tidak akan datang
dengan membawa gugus api atau obor api itu.
4. Sabda Nabi shallallaahu ‘alaihi wa sallam :
إن الشيطان يجري من الإنسان مجرى الدم
“Sesungguhnya syaithan mengalir dalam tubuh manusia dalam peredaran darahnya” [Muttafaqun ‘alaih].[9]
Jika saja syaithan itu masih dalam wujud asalnya dari api, niscaya akan membakar tubuh manusia.
Jikalau
ada yang mengatakan maksud hadits ini adalah godaan (waswas) syaithan,
maka kami jawab : Para ulama ushul telah sepakat bahwasannya tidak
diperbolehkan untuk memalingkan perkataan dari dhahirnya kecuali dengan
adanya qarinah. Lantas, dimanakah qarinah tersebut dalam hal ini ?
Kami
tambahkan, bahwa jika manusia itu diciptakan dari tanah, maka tidak ada
halangan baginya bisa diadzab dengan menggunakan tanah; sebagaimana
juga ia diciptakan dari air (mani), ia juga bisa diadzab dengan
menggunakan air.
Hal terbaik atas semua itu agar kita mengatakan : Innallaaha ‘alaa kulli syain qadiir (“Allah Maha Kuasa atas segala sesuatu”).
Jenis-Jenis Jin
Dari Abu Tsa’labah Al-Khasysyaniy ia berkata : Telah bersabda Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa sallam :
الجن ثلاثة أصناف : صنف لهم أجنحة يطيرون في الهواء. وصنف حيات وعقراب، وصنف يحلون ويظعنون
“Jin
itu ada 3 (tiga) macam jenis : (1) Jenis yang mempunyai sayap dan
terbang di udara, (2) jenis ular dan kalajengking, serta (3) jenis yang
menetap dan berpindah-pindah/nomaden”.[10]
Tempat Tinggal Jin
Jin
mengutamakan tempat-tempat yang sepi dari manusia seperti padang
sahara. Ada di antara mereka yang tinggal di tempat-tempat yang kotor
dan sampah. Dan ada pula di antara mereka yang tinggal bersama manusia.
Oleh karena itulah Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa sallam ketika
pergi melewati padang sahara, beliau mengajak mereka kepada (agama)
Allah, membacakan pada mereka Al-Qur’an, dan memberitahukan kepada
mereka berbagai perkara agama mereka. Beliau shallallaahu ‘alaihi wa sallam sering melakukan hal ini sebagai telah tsabit (tetap) dalam Shahih Al-Bukhari dan Shahih Muslim dari hadits Ibnu ‘Abbaas dan Ibnu Mas’uud radliyallaahu ‘anhum.
Mereka tinggal di tempat-tempat kotor dan sampah dikarenakan mereka memakan sisa-sisa makanan manusia sebagai telah tsabit (tetap) dalam Shahih Muslim dari hadits Ibnu Mas’ud sebagaimana telah lewat penyebutannya.
Jin juga tinggal di kakus/toilet. Telah ada riwayat yang ternukil dari Zaid bin Arqam bahwasannya Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa sallam pernah bersabda :
إن هذه الحشوش محتضرة، فإذا أتى أحدكم الخلاء فليقل : اللهم إنى أعوذ بك من الخُبُث والخبائث
“Sesungguhnya
tempat pembuangan kotoran ini didatangi (oleh jin). Oleh karena itu,
jika salah seorang di antara kalian mendatangi kakus/toilet, hendaknyaia
mengatakan : ‘Ya Allah, sesungguhnya aku berlindung kepadamu dari jin
laki-laki dan jin perempuan”.[11]
Aku
(Asy-Syaikh Wahiid ‘Abdus-Salaam Baaliy) berkata : Aku pernah bertanya
kepada seorang jin muslim : “Apakah engkau tinggal di kakus/toilet ?”.
Ia menjawab : “Tidak”.
Aku berkata : “Namun dalam hadits telah dijelaskan bahwa jin tinggal di kakus”.
Ia
berkata : “Benar, namun ini khusus berlaku pada jin kafir, karena
mereka senang/mengutamakan tempat-tempat yang najis lagi kotor”.
Aku
berkata : “ Barangkali perkataan ini benar, karena aku perhatikan bahwa
jin kafir merasa sesak oleh bau wewangian, khususnya aroma misk. Sementara itu, jin muslim menyukainya, seperti halnya seorang manusia muslim”.
Jin
juga tinggal di lubang-lubang. An-Nasaa’iy telah meriwayatkan dengan
sanadnya dari Qataadah, dari ‘Abdullah bin Sarjis : Bahwasannya Nabi shallallaahu ‘alaihi wa sallam pernah bersabda :
لا يبولن أحدكم في جحر
“Janganlah salah seorang diantara kalian kencing di lubang”.
Mereka
bertanya kepada Qataadah berkata : “Apa yang menyebabkan dibencinya
kencing di lubang ?”. Qataadah menjawab : “Dikatakan bahwa ia adalah
tempat tinggal jin”.[12]
Selain yang telah disebutkan, jin juga tinggal di tempat kotoran onta – sebagaimana terdapat dalam Shahih Muslim dan selainnya – yang menjelaskan bahwa itu tempat para syaithan.
Apakah Jin Makan dan Minum ?
Sesungguhnya dalam banyak hadits shahih lagi sharih (jelas) telah menyebutkan bahwasannya para jin juga makan dan minum. Dalam Shahih Al-Bukhari, dari hadits Abu Hurairah radliyallaahu ‘anhu :
أنه
كان يحمل مع النبي صلى الله عليه وسلم إداوة لوضوئه وحاجته، فبينما هو
يتبعه بها، فقال: (من هذا). فقال: أنا أبو هريرة، فقال: (ابغني أحجارا
أستنفض بها، ولا تأتيني بعظم ولا بروثة). فأتيته بأحجار أحملها في طرف
ثوبي، حتى وضعت إلى جنبه، ثم انصرفت، حتى إذا فرغ مشيت، فقلت: ما بال العظم
والروثة؟ قال: (هما من طعام الجن، وإنه أتاني وفد جن نصيبين، ونعم الجن،
فسألوني الزاد، فدعوت الله لهم أن لا يمروا بعظم ولا بروثة إلا وجدوا عليها
طعاما
“Bahwasannya ia pernah membawakan kantong kulit berisi air untuk Nabi shallallaahu ‘alaihi wa sallam untuk beliau pergunakan berwudlu dan memenuhi hajatnya. Ketika ia mengantarkannya, maka Nabi shallallaahu ‘alaihi wa sallam bertanya : “Siapa ini ?”. Ia pun menjawab : “Aku Abu Hurairah”. Beliau bersabda : “Bawakanlah
aku beberapa butir batu yang akan aku pergunakan untuk beristinjak.
Janganlah engkau bawa kepadaku tulang atau kotoran binatang”. Maka
aku (Abu Hurairah) pun membawakan kepada beliau beberapa butir batu yang
aku simpan dalam kain bajuku hingga aku letakkan di sisi beliau shallallaahu ‘alaihi wa sallam. Setelah itu aku menyingkir. Setelah beliau shallallaahu ‘alaihi wa sallam menyelesaikan
hajatnya, maka aku pun menghampiri beliau. Aku berkata : “Mengapa
engkau melarang aku membawa tulang dan kotoran binatang ?”. Beliau shallallaahu ‘alaihi wa sallam bersabda : “Dua benda itu adalah makanan jin. Sesungguhnya utusan jin Nashiibiin –
dan ia adalah sebaik-baik jin – pernah mendatangiku dan kemudian
bertanya tentang makanan (yang diperuntukkan bagi mereka). Maka aku
berdoa kepada Allah untuk mereka agar menjadikan setiap tulang dan
kotoran binatang yang mereka temui menjadi makanan bagi mereka”.[13]
Diriwayatkan oleh Muslim dari hadits ‘Abdullan bin ‘Umar radliyallaahu ‘anhuma, bahwasannya Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa sallam bersabda :
إذا أكل أحدكم فليأكل بيمينه وإذا شرب فليشرب بيمينه فإن الشيطان يأكل بشماله ويشرب بشماله
“Apabila
salah seorang diantara kalian makan maka makanlah dengan tangan
kanannya, dan apabila minum maka minumlah dengan tangan kanannya. Karena
syaithan itu apabila makan dan minum menggunakan tangan kirinya”.[14]
Muslim meriwayatkan dalam Shahih-nya dari Hudzaifah radliyallaahu ‘anhu, ia berkata :
كنا
إذا حضرنا مع النبي صلى الله عليه وسلم طعاما لم نضع أيدينا، حتى يبدأ
رسول الله صلى الله عليه وسلم، فيضع يده. وإنا حضرنا معه، مرة، طعاما.
فجاءت جارية كأنها تدفع. فذهبت لتضع يدها في الطعام، فأخذ رسول الله صلى
الله عليه وسلم بيدها. ثم جاء أعرابي كأنما يدفع. فأخذ بيده. فقال رسول
الله صلى الله عليه وسلم (إن الشيطان يستحل الطعام أن لا يذكر اسم الله
عليه. وإنه جاء بهذه الجارية ليستحل بها. فأخذت بيدها. فجاء بهذا الأعرابي
ليستحل به. فأخذت بيده. والذي نفسي بيده! إن يده في يدي مع يدها). وزاد مسلم في رواية : (ثم ذكر اسم الله وأكل).
“Apabila kami hadir bersama Nabi shallallaahu ‘alaihi wa sallam untuk satu hidangan makanan, kami tidak meletakkan tangan kami hingga beliau shallallaahu ‘alaihi wa sallam memulai
meletakkan tangan beliau (di atas makanan) terlebih dahulu. Pada satu
hari kami pernah menghadiri perhidangan makanan bersama beliau shallallaahu ‘alaihi wa sallam, maka datanglah seorang anak wanita yang sepertinya ia didorong untuk meletakkan tangannya ke atas makanan. Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa sallam pun
mengambil (menahan) tangannya. Kemudian datanglah seorang A’rabiy (Arab
dusun) yang sepertinya ia juga ingin meletakkan tangannya ke atas
makanan. Beliau shallallaahu ‘alaihi wa sallam bersabda : “Sesungguhnya
syaithan akan makan makanan yang tidak disebut nama Allah padanya. Dan
ia (syaithan) telah datang bersama anak wanita itu untuk makan makanan
dengannya”. Maka aku pun
menahan tangannya. Lalu datanglah orang A’rabiy ini untuk makan
bersamanya (syaithan), dan aku pun kemudian menahan tangannya. Demi
Allah yang jiwaku ada di tangan-Nya! Sesungguhnya tangannya berada di
tanganku bersama tangan anak wanita itu”.[15]
Dalam riwayat lain dari Muslim terdapat tambahan : “Maka budak wanita itu pun menyebut nama Allah, lalu makan”.
Aku (Asy-Syaikh Wahiid) berkata : “Dan makna تدفع adalah ditarik dengan cepat seolah-olah ada sesuatu yang mendorongnya dari belakangnya”.
Perkataan beliau shallallaahu ‘alaihi wa sallam : “Sesungguhnya tangannya”, yaitu syaithan; “berada di tanganku”, yaitu Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa sallam; “bersama tangannya”, yaitu anak perempuan. Dalam Shahih Muslim juga, dari Jaabir bin ‘Abdillah bahwasannya ia mendengar Nabi shallallaahu ‘alaihi wa sallam bersabda :
إذا
دخل الرجل بيته، فذكر الله عند دخوله وعند طعامه، قال الشيطان: لا مبيت
لكم ولا عشاء. وإذا دخل فلم يذكر الله عند دخوله، قال الشيطان: أدركتم
المبيت. وإذا لم يذكر الله عند طعامه، قال: أدركتم المبيت والعشاء
“Apabila
seseorang masuk ke rumahnya, maka sebutlah nama Allah ketika ia
memasukinya dan ketika makan. Syaithan pun akan berkata : ‘Tidak ada
tempat menginap bagi kalian dan tidak ada pula makan malam’. Apabila
seseorang masuk ke rumahnya namun tidak menyebut nama Allah ketika ia
memasukinya, maka syaithan berkata : ‘Kalian mendapatkan tempat
menginap’. Dan jika ia tidak menyebut nama Allah ketika makan, maka
syaithan pun berkata : ‘Kalian mendapatkan makan malam”.[16]
Perkataan beliau shallallaahu ‘alaihi wa sallam : “Syaithan berkata”, yaitu kepada saudara-saudaranya dari kalangan syaithan-syaithan.
Para ulama berselisih pendapat mengenai makan dan minumnya jin dalam tiga perkataan :
Pertama, seluruh jin tidak makan dan minum. Ini adalah perkataan yang baathil yang tidak ada dalil mendasarinya.
Kedua,
segolongan dari mereka makan dan minum, dan sekelompok yang lain tidak
makan dan minum. Pendapat ini berdalil dengan riwayat yang dibawa oleh
Ibnu ‘Abdil-Barr dari Wahb bin Munabbih. Ia berkata : “Sekelompok jin
tulen yang berupa angin, ia tidak makan, minum, dan beranak. Dan
sekelompok yang lain mengalami hal tersebut, dan di antara mereka adalah
tukang sihir dan dan sejenis tumbuhan berduri”.[17]
Mereka juga berdalil dengan hadits Abu Tsa’labah Al-Khasysyaniy sebagaimana
telah lewat penyebutannya dalam jenis-jenis jin. Aku katakan :
“Pendalilan dengan hadits ini mengandung satu kemungkinan”.
Ketiga;
seluruh jenis jin makan dan minum. Aku katakan : “Ini kemungkinan yang
paling besar dibanding sebelumnya. Bahkan hal ini ditunjukkan dan
dikuatkan hadits-hadits yang telah kami sebutkan, wallaahu a’lam.
Adapun hadits Ibnu Mas’ud, telah diriwayatkan Muslim dengan lafadh :
لكم كل عظم ذكر اسم الله عليه يقع في أيديكم أوفر ما يكون لحما
“Bagi
kalian setiap tulang yang disebut nama Allah padanya (ketika
menyembelihnya), maka ia akan jatuh ke tanganmu sebagai tulang yang
masih berdaging”.[18]
Dan diriwayatkan oleh Abu Dawud dan yang lainnya dengan lafadh :
كل عظم لم يذكر اسم الله عليه
“Setiap tulang yang tidak disebut nama Allah padanya”.
Apabila
perawi tidak terbalik dalam menyampaikan haditsnya, maka masih
dimungkinkan untuk menjamak karena riwayat Muslim dikhususkan dengan jin
muslim, sedangkan riwayat Abu Dawud secara khusus bagi hak syaithan. Wallaahu ta’ala a’lam bish-shawaab.[19]
Syaithan Mempunyai Tanduk
Dari ‘Amru bin ‘Anbasah radliyallaahu ‘anhu, ia berkata : Telah bersabda Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa sallam :
إن الشمس تطلع بين قرني شيطان، وتغرب بين قرني شيطان
“Sesungguhnya matahari terbit di antara dua tanduk syaithan, dan tenggelam di antara dua tanduk syaithan”.[20]
Jin Bisa Melakukan Penyamaran dan Penyerupaan
Dari Abu Hurairah radliyallaahu ‘anhu, ia berkata :
وكلني
رسول الله صلى الله عليه وسلم بحفظ زكاة رمضان، فأتاني آت، فجعل يحثو من
الطعام، فأخذته وقلت: والله لأرفعنك إلى رسول الله صلى الله عليه وسلم،
قال: إني محتاج وعلي عيال ولي حاجة شديدة، قال: فخليت عنه، فأصبحت فقال
النبي صلى الله عليه وسلم: (يا أبا هريرة ما فعل أسيرك البارحة). قال: قلت:
يا رسول الله، شكا حاجة شديدة، وعيالا فرحمته فخليت سبيله، قال: (أما إنه
قد كذبك، وسيعود). فعرفت أنه سيعود، لقول رسول الله صلى الله عليه وسلم:
(إنه سيعود). فرصدته، فجاء يحثو من الطعام، فأخذته فقلت: لأرفعنك إلى رسول
الله صلى الله عليه وسلم، قال: دعني فإني محتاج وعلي عيال، لا أعود، فرحمته
فخليت سبيله، فأصبحت فقال لي رسول الله صلى الله عليه وسلم: (يا أباهريرة
ما فعل أسيرك). قلت: يا رسول الله شكا حاجة شديدة وعيالا، فرحمته فخليت
سبيله، قال: (أما إنه كذبك، وسيعود). فرصدته الثالثة، فجاء يحثو من الطعام،
فأخذته فقلت: لأرفعنك إلى رسول الله، وهذا آخر ثلاث مرات تزعم لا تعود، ثم
تعود، قال: دعني أعلمك كلمات ينفعك الله بها، قلت ما هو؟ قال: إذا أويت
إلى فراشك، فاقرأ آية الكرسي: {الله لا إله إلا هو الحي القيوم}. حتى تختم
الآية، فإنك لن يزال عليك من الله حافظ، ولا يقربنك شيطان حتى تصبح، فخليت
سبيله فأصبحت، فقال لي رسول الله صلى الله عليه وسلم: (ما فعل أسيرك
البارحة). قلت: يا رسول الله، زعم أنه يعلمني كلمات ينفعني الله بها فخليت
سبيله، قال: (ما هي). قلت: قال لي: إذا أويت إلى فراشك، فاقرأ آية الكرسي
من أولها حتى تختم: {الله لا إله إلا هو الحي القيوم}. وقال لي: لن يزال
عليك من الله حافظ، ولا يقربك شيطان حتى تصبح - وكانوا أحرص شيء على الخير -
فقال النبي صلى الله عليه وسلم: (أما إنه قد صدقك وهو كذوب، تعلم من تخاطب
منذ ثلاث ليال يا أبا هريرة). قال: لا، قال: (ذاك شيطان).
“Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa sallam pernah
menugaskan aku untuk menjaga harta zakat di bulan Ramadlan. Lalu
seorang pendatang mendekatiku dan mengais-ngais makanan. Aku pun
menangkapnya dan berkata kepadanya : “Demi Allah, sungguh aku akan
hadapkan kamu kepada Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa sallam”.
Ia berkata : “Sesungguhnya aku adalah orang yang membutuhkan. Aku
mempunyai keluarga yang mempunyai kebutuhan mendesak”. Akupun melepaskan
orang itu. Pada pagi harinya, Nabi shallallaahu ‘alaihi wa sallam berkata : “Wahai Abu Hurairah, apa yang dilakukan tawananmu tadi malam ?”.
Aku berkata : “Wahai Rasulullah, ia mengeluh bahwa ia mempunyai
kebutuhan yang mendesak dan tanggungan keluarga. Aku merasa kasihan
padanya dan kemudian kulepaskan”. Beliau bersabda : “Sesungguhnya ia telah mendustaimu dan ia akan kembali lagi. Ketahuilah, ia akan kembali lagi”. Berdasarkan sabda beliau shallallaahu ‘alaihi wa sallam bahwa
ia akan kembali lagi, maka akupun mengintainya. (Ternyata benar), orang
itu kembali lagi dan mengais-ngais makanan. Akupun menangkapnya. Aku
berkata : “Akan aku hadapkan engkau kepada Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa sallam”.
Ia berkata : “Lepaskan aku, sesunguhnya aku orang yang membutuhkan dan
mempunyai tanggungan keluarga. Aku berjanji untuk tidak kembali lagi”.
Aku pun merasa kasihan kepadanya dan kulepaskanlah ia. Pada pagi
harinya, Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa sallam bersabda : “Wahai Abu Hurairah, apa yang telah dilakukan oleh tawananmu ?”.
Aku berkata : “Wahai Rasulullah, ia mengeluh bahwa ia mempunyai
kebutuhan yang mendesak dan mempunyai tanggungan keluarga. Akupun merasa
kasihan kepadanya dan kemudian kulepaskan”. Beliau bersabda : “Sesungguhnya ia telah mendustaimu, dan ia akan kembali lagi”.
Aku pun kembali mengintainya untuk yang ketiga kalinya,(dan ternyata
benar) ia datang mengais-ngais makanan. Aku pun menangkapnya. Aku
berkata : “Sungguh aku akan menghadapkanmu kepada Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa sallam.
Sudah tiga kali, dan ini yang terakhir. Kamu telah berjanji untuk tidak
kembali, namun ternyata kamu masih kembali”. Ia berkata : “Lepaskanlah
aku ! Aku akan mengajarimu beberapa kalimat yang Allah akan memberikan
manfaat kepadamu dengannya”. Aku berkata : “Apa itu ?”. Ia berkata :
“Apabila engkau beranjak menuju tempat tidurmu, maka bacalah ayat Kursiy
Allaahu laa ilaaha illaa huwal-hayyul-qayyuum,
hingga akhir ayat. Sesungguhnya dengan membaca itu, kamu senantiasa
dalam perlindungan Allah. Syaithan tidak akan mendekatimu hingga waktu
shubuh”. Maka kulepaskan dia.
Pada pagi harinya, Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa sallam bersabda : “Apa yang dilakukan tawananmu semalam ?”.
Aku berkata : “Wahai Rasulullah, ia mengaku telah mengajari yang Allah
akan memberikan manfaat kepadaku dengannya”. Maka akupun melepaskannya.
Beliau bertanya : “Apa itu ?”.
Aku berkata : “Ia berkata kepada kepadaku bahwa apabila aku beranjak
menuju tempat tidurku, hendaknya aku membaca ayat Kursiy dari awal
hingga akhir : Allaahu laa ilaaha illaa huwal-hayyul-qayyuum.
Ia berkata kepadaku : ‘Kamu akan senantiasa berada dalam lindungan
Allah dan syaithan tidak akan mendekatimu hingga waktu shubuh – mereka
(para shahabat) paling menginginkan kebaikan - . Maka Nabi shallallaahu ‘alaihi wa sallam bersabda : “Sesungguhnya
ia telah jujur kepadamu kali ini, padahal ia seorang pendusta. Tahukah
siapa yang telah engkau ajak bicara semenjak tiga hari ini wahai Abu
Hurairah ?”. Abu Hurairah menjawab : “Tidak”. Beliau bersabda : “Ia adalah syaithan”.[21]
Al-Haafidh berkata :
وفي
الحديث أبي بن كعب عند النسائي : إنه كان له جرن تمر وإنه كان يتعاهده
فوجده ينقص فإذا هو بدابة شبه الغلام المحتلم فقلت له : أجني أم إنسي ؟.
قال : بل جني. وفيه أنه قال له : بلغنا أنك تحب الصدقة وأحببنا أن نصيب من
طعامك، قال : فما الذي يجيرنا منكم ؟ قال : هذه الآية آية الكرسي فذكر ذلك
للنبي صلى الله عليه وسلم فقال : ((صدق الخبيث)). هــ.
“Pada
hadits Ubay bin Ka’b pada riwayat An-Nasa’iy : ‘Bahwasannya ia
mempunyai tempat pengeringan kurma yang di dalamnya berisi kurma yang
sedang dijaganya. Ia kemudian mendapati kurma tersebut berkurang.
Tiba-tiba ada seekor binatang sebesar anak yang baru baligh. Kukatakan
padanya : “Apakah engkau jin atau manusia ?”. Ia menjawab : “Aku adalah
jin”. Dalam riwayat ini jin tersebut mengatakan padanya : “Telah sampai
khabar kepada kami bahwasanya engkau ingin bershadaqah, dan aku ingin
mendapat bagian dari makanan yang hendak engkau shadaqahkan itu”. Ia
(shahabat itu) berkata : “Apakah yang dapat melindungi kami dari
gangguanmu ?”. Jin itu berkata : “Ayat ini, yaitu ayat kursi”.
Disampaikanlah apa yang dikatakan jin tersebut kepada Nabi shallallaahu ‘alaihi wa sallam. Maka beliau bersabda : “Jin itu benar”.
Kemudian
Al-Haafidh berdalil dengan hadits Abu Sa’iid yang terdahulu bahwasannya
syaithan bisa menyerupai bentuk, menyamar, dan dilihat. Adapun firman
Allah ta’aalaa :
إِنَّهُ يَرَاكُمْ هُوَ وَقَبِيلُهُ مِنْ حَيْثُ لَا تَرَوْنَهُمْ (الأعراف : ٢٨)
“Sesungguhnya ia dan pengikut-pengikutnya melihat kamu dari suatu tempat yang kamu tidak bisa melihat mereka” [QS. Al-A’raaf : 27].
dikhususkan pada bentuk aslinya.[22]
Di bagian lain Al-Haafidh berkata :
وروى البيهقي في ((مناقب الشافعي)) بإسناده عن الربيع سمعت الشافعي يقول : من زعم أنه يرى الجن أبطلنا شهادته إلا أن يكون نبيّاً.
“Al-Baihaqiy meriwayatkan dalam Manaaqibusy-Syaafi’iy
dengan sanadnya dari Ar-Rabii’ : Aku mendengar Asy-Syaafi’iy berkata :
‘Barangsiapa yang mengaku bahwa ia telah melihat jin, maka kami batalkan
persaksiannya, kecuali jika ia seorang Nabi”.
Al-Haafidh juga berkata :
وهذا
محمول على من يدعي رؤيتهم على صورهم التي خلقوا عليها، وأما من ادعى أنه
يرى شيئًا منهم بعد أن يتصور على صور شتى من الحيوانات فلا يقدح فيه، وقد
تواردت الأخبار بتطورهم في الصور.هــ.
“(Perkataan
Asy-Syaafi’iy) ini berlaku pada orang yang mendakwakan dirinya pernah
melihat jin pada bentuk aslinya. Adapun orang yang mendakwakan bahwa ia
pernah melihat sesuatu dari jin/syaithan setelah menyerupai bentuk
binatang, maka tidak ada celaan di dalamnya. Hal itu disebabkan telah
banyak khabar (hadits) yang menjelaskan penyerupaan mereka dalam
beberapa bentuk”.[23]
Nabi shallallaahu ‘alaihi wa sallam tekah bersabda :
الحيات مسخ الجن كما مسخت القردة والخنازير من بني إسرائيل
“Ular adalah jejadian jin sebagaimana kera-kera dan babi-babi adalah jejadian Bani Israaiil”.[24]
Dari Abu Hurairah radliyallaahu ;anhu : Bahwasannya Nabi shallallaahu ‘alaihi wa sallam bersabda :
على ذروة كل بعير شيطان فامتهنوهن بالركوب فإنما يحمل الله تعالى
“Di
atas punggung (punuk) setiap onta terdapat syaithan, maka hinakanlah
menungganginya. Allah ta’ala menciptakannya hanyalah untuk membawa
beban”.[25]
Dari Abu Qilaabah radliyallaahu ‘anhu, dari Nabi shallallaahu ‘alaihi wa sallam beliau bersabda :
لولا أن الكلاب أمة لأمرت بقتلها، ولكن خفت أن أبيد أمة، فاقتلوا منها كل أسود بهيم فإنه جنّها أو من جنّها.
“Apabila
anjing itu bukan termasuk satu umat, niscaya akan aku perintahkan untuk
membunuhnya. Namun aku takut jika aku melakukannya akan memusnahkan
satu umat. Maka, bunuhlah di antara anjing-anjing itu yang berwarna
hitam. Karena ia termasuk jinnya atau dari jinnya”.[26]
Dalam Shahih Muslim dari Abu Dzarr radliyallaahu ‘anhu ia berkata : Telah bersabda Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa sallam :
إذا
قام أحدكم يصلي فإنه يستره إذا كان بين يديه مثل آخرة الرحل فإذا لم يكن
بين يديه مثل آخرة الرحل فإنه يقطع صلاته : الحمار والمرأة والكلب الأسود.
قلت : يا أبا ذر ما بال الكلب الأسود من الكلب الأحمر من الكلب الأصفر ؟.
قال : يا بن أخي سألت رسول الله صلى الله عليه وسلم كما سألتني فقال :
الكلب الأسود شيطان.
“Apabila
salah seorang di antara kalian berdiri melakukan shalat, hendaknya ia
membuat batas (sutrah) di depannya dengan sesuatu seukuran pelana kuda.
Jika di depannya tidak ada pembatas seukuran pelana kuda, maka batal
shalatnya (apabila dilewati) oleh : keledai, wanita, dan anjing hitam”.
Aku (perawi) berkata : “Wahai Abu Dzarr, apa bedanya antara anjing
hitam dengan anjing merah atau anjing kuning ?”. Abu Dzarr berkata :
“Wahai anak saudaraku, aku telah bertanya kepada Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa sallam sebagaimana yang engkau tanyakan kepadaku tadi. Beliau menjawab : ‘Anjing hitam adalah syaithan”.[27]
Yang menjadi syaahid dari hadits di atas adalah perkataan beliau shallallaahu ‘alaihi wa sallam : “Anjing hitam adalah syaithan”.
Ibnu Taimiyyah rahimahullah berkata :
الكلب
الأسود شيطان الكلاب، والجن تنصور بصورته كثيرًا، وكذلك بصورة القط
الأسود، لأن السواد أجمع للقوى الشيطانية من غيره وفيه قوة الحرارة.هــ.
“Anjing
hitam adalah syaithannya anjing. Jin yang menyerupai bentuk anjing
adalah banyak. Begitu pula dengan kucing yang berwarna hitam, sebab
warna hitam dapat menghimpun kekuatan syaithaniyyah dibanding warna
lain. Dan juga karena warna hitam menyimpan daya panas”.[28]
Iblis
pernah menyamar dalam wujud Suraqah bin Maalik, pembesar Bani Mudlij,
pada waktu perang Badr. Ia datang bersama kaum musyrikin sebagai
pasukannya. Ia berkata kepada kaum musyrikin pada waktu itu : “Kalian
tidak akan dikalahkan oleh mereka pada hari ini karena aku adalah
pelindung kalian”. Ketika pasukan telah berbaris, maka Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa sallam mengambil segenggam tanah yang beliau lemparkan ke ajah-wajah kaummusyrikin sehingga mereka mundur ke belakang. Maka Jibril ‘alaihis-salaam pun
datang kepada Iblis. Ketika Iblis melihat Jibril, maka ia pun
melepaskan tangannya yang saat itu sedang memegang tangan seorang
laki-laki kalangan musyrikin, dan kemudian ia dan pasukannya lari
meninggalkan pertempuran. Seorang laki-laki berkata : “Wahai Suraqah,
engkau telah mengatakan bahwasannya engkau adalah pelindung bagi kami”.
Ia berkata : “Sesungguhnya aku telah melihat apa yang tidak engkau
lihat. Dan sesungguhnya aku takut kepada Allah yang mempunyai siksa yang
sangat pedih”. Demikianlah ketika Iblis melihat malaikat – selesai - .
Riwayat ini dikatakan oleh Ibnu ‘Abbas radliyallaahu ‘anhuma.[29]
Syaikhul-Islaam Ibnu Taimiyyah rahimahullah berkata :
والجن
يتصورون في صور الإنس والبهائم فيتصورون في صور الحيات والعقارب وغيرها
وفي صور الإبل والبقر والغنم والخيل والبغال والحمير وفي صور الطير وفي صور
بني آدم. هــ.
“Jin
bisa menyerupai wujud manusia dan binatang seperti ular, kalajengking,
onta, sapi, kambing, kuda, bighal, keledai, burung, ataupun anak Adam
(manusia)”.[30]
Bagaimana Jin Dapat Melakukan Penyerupaan/Penyamaran ?
Al-Qaadliy Abu Ya’la Muhammad bin Al-Husain bin Al-Farraa’ berkata :
ولا
قدرة للشيطان على تغيير خلقهم والانتقال في الصور، وإنما يجوز أن يعلمهم
الله تعالى كلمات وضروبًا من ضروب الأفعال إذا فعله وتكلم به نقله الله
تعالى من صورة إلى صورة، فيقال : إنه قادر على التصوير والتخييل على معنى
إنه قادر على قول إذا قاله وفعله نقله الله تعالى عن صورته إلى صورة أخرى
بجري العادة وأما إنه يصور نفسه فذلك محال، لأن انتقالها عن صورة إلى صورة
إنما يكون بنقض البنية وتفريق الأجزاء وإذا انتقضت بَطَلَت الحياة. هــ.
“Tidak
ada kemampuan bagi syaithan untuk mengubah penciptaan mereka dan
berubah bentuk. Namun Allah bisa saja mengajarkan kepada mereka beberapa
kalimat dan perbuatan dimana jika ia mengucapkan kalimat tersebut atau
melakukan perbuatan-perbuatan tersebut Allah ta’ala akan
mengubahnya dari satu bentuk ke bentuk lainnya. Dikatakan : Syaithan
mampu untuk mengubah bentuk dan membuat khayalan dengan pengertian bahwa
ia mampu untuk satu perkataan yang jika ia mengatakannya atau
melakukannya maka Allah akan mengubahnya dari satu bentuk ke bentuk yang
lain sesuai dengan kebiasaan yang berlaku. Adapun jika ia mengubah
dirinya sendiri, maka hal itu mustahil, karena berubahnya dirinya dari
satu bentuk ke bentuk yang lainnya akan menguraikan struktur dan
merombak bagian-bagiannya. Apabila hal itu terjadi, maka musnahlah
kehidupan”.[31]
Aku
(Asy-Syaikh Wahhid Baliy) katakan : Ini adalah perkataan yang bagus,
namun memerlukan landasan dalil. Dan kemungkinan yang dapat digunakan
sebagai dalil adalah apa yang diriwayatkan oleh Ibnu Abi Syaibah :
إن
الغيلان ذكروا عند عمر بن الخطاب، فقال : إن أحدًا لا يستطيع أن يتحول عن
صورته التي خلقه الله عليها ولكن لهم سحرة كسحرتكم، فإذا رأيتم ذلك
فأذِّنوا
“Sesungguhnya
hantu pernah mereka sebutkan di sisi ‘Umar bin Al-Khaththaab. Maka ia
berkata : ‘Bahwasannya tidak ada yang mampu untuk merubah bentuk aslinya
sebagaimana diciptakan Allah ta’ala
mula-mula. Namun mereka mempunyai tukang sihir sebagaimana tukang sihir
yang ada di antara kalian. Apabila kalian melihat hal itu, maka
ucapkanlah adzan pada mereka”.
Al-Haafidh berkata : “Isnadnya shahih”.[32]
Aku katakan : “Diriwayatkan juga oleh Ibnu Abid-Dun-yaa dengan sanad hasan”.
Adapun yang diriwayatkan oleh Ibnu Abid-Dun-yaa dari Jaabir, ia berkata : Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa sallam pernah ditanya tentang hantu, maka beliau bersabda :
هم سحرة الجن
“Mereka adalah tukang sihir dari kalangan jin”.
Sanad riwayat ini adalah sangat lemah (dla’if jiddan), di dalamnya terdapat tiga buah cacat yang di sini bukan tempat yang tepat untuk menjelaskannya.
Hal ini tidaklah menafikkan apa yang diriwayatkan oleh Muslim dalam Shahih-nya dari Jaabir : Bahwasannya Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa sallam pernah bersabda :
لا عدوى ولا طيرة ولا غول
“Tidak ada wabah penyakit, kesialan, dan hantu”.[33]
Hadits
di atas tidaklah menafikkan wujud/keberadaan hantu, karena yang
dinafikkan hanyalah anggapan sebagian masyarakat ‘Arab bahwa hantu mampu
menyesatkan manusia.
An-Nawawi rahimahullah berkata :
قال
جمهور العلماء كانت العرب تزعم أن الغيلان في الفلوات، وهي جنس من
الشياطين فتتراءى للناس وتتغول تغولًا أي تتلون تلونًا، فتضلهم عن الطريق
فتهلكهم فأبطل النبي صلى الله عليه وسلم ذلك.
وقال
آخرون : ليس المراد بالحديث نفي وجود الغيلان , وإنما معناه إبطال ما
تزعمه العرب من تلون الغول بالصور المختلفة , واغتيالها . قالوا : ومعنى (
لَا غُول ) أي لا تستطيع أن تضل أحدا , ويشهد له حديث آخر ( لَا غُول
وَلَكِنَّ السَّعَالِي ) , قال العلماء : السعالي بالسين المفتوحة والعين
المهملتين , وهم سحرة الجن , أي ولكن في الجن سحرة لهم تلبيس وتخيل .
“Jumhur
ulama berkata bahwa orang-orang ‘Arab meyakini hantu berada pada
anak-anak keledai. Ia merupakan salah jenis syaithan yang menampakkan
diri kepada manusia untuk menakut-nakuti dengan mewarnai diri mereka
dengan aneka macam warna, sehingga mereka menyesatkan dan mencelakakan
mereka (manusia) dari jalan. Oleh karena itu, Nabi shallallaahu ‘alaihi wa sallam membatalkan anggapan mereka tersebut.
Dan
yang lain berkata : Maksud hadits tersebut bukan untuk menafikkan wujud
hantu, karena makna membatalkan hanyalah pada anggapan/keyakinan
orang-orang ‘Arab berubahnya rupa hantu pada bentuk yang lain. Mereka
berkata : “Tidak ada hantu” (laa ghuula), yaitu tidak dapat menyesatkan seseorang. Dan hal itu dikuatkan oleh hadits yang lain : “Tidak ada hantu, namun ia adalah as-sa’aaliy (tukang-tukang sihir jin)”. Para ulama berkata : as-sa’aaliy
adalah tukang sihir dari kalangan jin, yaitu kalangan jin mempunyai
tukang sihir yang dapat mengelabuhi dan membuat khayalan/halusinasi”.[34]
Peringatan : Tidak ada hujjah bagi orang yang men-dla’if-kan hadits Jaabir dengan alasan ia diriwayatkan dari jalan Abuz-Zubair, dari Jaabir; dimana Abuz-Zubair ini seorang mudallis.
Benar bahwasannya Abuz-Zubair seorang mudallis,
namun ia telah menjelaskan penyimakannya pada jalan Ar-Raabi’ah dalam
riwayat Muslim. Maka hal itu telah menafikkan kemungkinan tadliis-nya, sehingga hadits tersebut adalah shahih, alhamdulillah.
Muslim meriwayatkan dalam Shahih-nya : Dari Abus-Saaib maula Hisyaam bin Zahrah :
دخلت
على أبي سعيد الخدري. فوجدته يصلي. فجلست أنتظره حتى يقضي صلاته. فسمعت
تحريكا في عراجين في ناحية البيت. فالتفت فإذا حية. فوثبت لأقتلها. فأشار
إلى: أن اجلس. فجلست. فلما انصرف أشار إلى بيت في الدار. فقال أترى هذا
البيت؟ فقلت: نعم. فقال: كان فيه فتى منا حديث عهد بعرس. قال فخرجنا مع
رسول الله صلى الله عليه وسلم إلى الخندق. فكان ذلك الفتى يستأذن رسول الله
صلى الله عليه وسلم بأنصاف النهار فيرجع إلى أهله. فاستأذنه يوما. فقال له
رسول الله صلى الله عليه وسلم "خذ عليك سلاحك. فإني أخشى عليك قريظة" فأخذ
الرجل سلاحه. ثم رجع فإذا امرأته بين البابين قائمة. فأهوى إليها الرمح
ليطعنها به. وأصابته غيرة. فقالت له: اكفف عليك رمحك، وادخل البيت حتى تنظر
ما الذي أخرجني. فدخل فإذا بحية عظيمة منطوية على الفراش. فأهوى إليها
بالرمح فانتظمها به. ثم خرج فركزه في الدار. فَضطربت الحية في رأس الرمح. وخر الفتى ميتًا.
فما يدري أيهما كان أسرع موتا. الحية أم الفتى؟ قال فجئنا إلى رسول الله
صلى الله عليه وسلم فذكرنا له. وقلنا: ادع الله يحييه لنا. فقال "استغفروا
لصاحبكم" ثم قال "إن بالمدينة جنا قد أسلموا. فإذا رأيتم منهم شيئا فآذنوه
ثلاثة أيام. فإن بدا لكم بعد ذلك فاقتلوه. فإنما هو شيطان".
“Aku
pernah masuk menemui Abu Sa’id Al-Khudriy di rumahnya yang ketika itu
ia sedang melaksanakan shalat. Akupun duduk menunggu hingga ia
menyelesaikan shalatnya. Lalu aku mendengar bunyi gerakan di di pelepah
kurma di sudut rumah, kemudian aku menoleh. Ternyata ada seekor ular,
maka aku melompat untuk membunuhnya. Akan tetapi, Abu Sa’id Al-Khudriy
memberi isyarat kepadaku agar aku duduk. Maka akupun duduk kembali.
Setelah Abu Sa’id selesai shalat, ia menunjuk ke sebuah rumah di
perkampungan itu, lalu ia bertanya : “Kamu lihat rumah itu ?”. Aku
menjawab : “Ya”. Abu Sa’id berkata : “Di rumah itu ada seorang pemuda
dari keluarga kami yang baru saja menjadi pengantin baru”. Abu Sa’id
melanjutkan : “Kami berangkat bersama Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa sallam
menuju peperangan Khandaq. Ketika itu pemuda tersebut memohon ijin
kepada Rasulullah di tengah hari untuk pulang menemui istrinya. Maka ia
pun meminta ijin di hari itu. Beliau bersabda kepadanya : “Bawalah senjatamu, karena aku khawatir orang-orang Yahudi Quraidhah menyerangmu”.
Laki-laki itu mengambil senjatanya, lalu ia pulang. Tiba-tiba
didapatinya istrinya sedang berdiri di tengah pintu, lalu ia arahkan
tombaknya untuk menikam istrinya (karena cemburu). Namun istrinya
mengatakan kepadanya : “Tahanlah tombakmu dan masuklah ke rumah agar kau
tahu mengapa aku keluar”. Laki-laki itu masuk. Ternyata ada seekor ular
besar melingkar di atas tempat tidur, maka ia menikam ular tersebut
dengan tombak. Kemudian ia bergembira dengannya dan menancapkannya di
pekarangan. Kemudian ular itu menggeliat di ujung tombak dan mematuk si
pemuda hingga ia mati. Tidak diketahui mana yang lebih dahulu mati, ular
itu atau si pemuda. Maka kejadian itupun dilaporkan kepada Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa sallam. Beliau bersabda : “Sesungguhnya
di Madinah ini ada jin yang telahmasuk Islam. Apabila kalian melihat
sebagian dari mereka, maka berilah ia ijin untuk tinggal selama tiga
hari (untuk menjauh/keluar). Jika ia masih terlihat setelah itu, maka
bunuhlah karena ia adalah syaithan”.[35]
Apakah dari Kalangan Jin dan Syaithan itu Mempunyai Kelamin Laki-Laki dan Perempuan ?
Dalam Shahihain dari Anas radliyallaahu ‘anhu, ia berkata :
كان النبي صلى الله عليه وسلم إذا دخل الخلاء قال : ((اللهم إنى أعوذ بل من الخبث والخبائث)).
“Adalah Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa sallam apabila masuk ke WC, beliau berdoa : ‘Allaahumma innii a’uudzubika minal-khubutsi wal-khabaaits’ (Ya Allah, aku berlindung kepadamu dari kejahatan syaithan laki-laki dan perempuan)”.[36]
Al-Bukhari
berkata : Telah berkata Sa’id bin Zaid : Telah menceritakan kepada kami
‘Abdul-‘Aziz : “Apabila seseorang ingin masuk”.[37] Ibnul-Atsir berkata :
الخبث بضم الباء جمع الخبيث والخبائث جمع الخبيثة، يريد ذكور الشياطين وإناثهم.
“Al-khubutsi, merupakan bentuk jamak (plural) dari al-khabiits, dan al-khabaaits merupakan bentuk jamak dari al-khabiitsah. Maksudnya dari kedua kata tersebut adalah syaithan laki-laki dan syaithan perempuan”.
Sebagaimana telah lewat hadits Abu Hurairah radliyallaahu ‘anhu tentang
keutamaan ayat Kursi, maka berkata Al-Haafidh (Ibnu Hajar) dalam
penjelasannya terhadap kalimat di akhir hadits tersebut : ‘apabila engkau membacanya, maka syaithan tidak akan mendekatimu hingga waktu shubuh’ :
وفي
رواية أبي المتوكل ((إذا قلتهن لا يقربك ذكر ولا أنثى من الجن)) قال وفي
رواية ابن الضريس من هذا الوجه ((لا يقربك من الجن ذكر وأنثى صغير ولا
كبير)).
“Dalam riwayat lain dari Abul-Mutawakkil : “apabila engkau membacanya, maka syaithan laki-laki maupun perempuan tidak akan mendekatimu”. Dan dalam riwayat Ibnul-Dlariis dari jalan ini : “Tidak dapat mendekatimu dari jenis jin laki-laki maupun perempuan, baik kecil maupun besar”.[38]
Aku berkata : Dari sini dapat dipahami bahwa jin itu ada yang laki-laki dan perempuan. Wallaahu a’lam bish-shawaab.
Apakah Jin itu Juga Dibebani Syari’at (Mukallaf) ?
Benar, jin itu termasuk mukallaf yang dibebani syari’at seperti halnya manusia yang sempurna.
Telah berkata Ibnu ‘Abdil-Barr rahimahullah :
الجن
عند الجماعة مكلفون مخاطبون لقوله تعَلى : (يَا مَعْشَرَ الْجِنِّ
وَالإنْسِ أَلَمْ يَأْتِكُمْ رُسُلٌ مِنْكُمْ يَقُصُّونَ عَلَيْكُمْ
آيَاتِي وَيُنْذِرُونَكُمْ لِقَاءَ يَوْمِكُمْ هَذَا ) ولقوله تعالى :
(فَبِأَيِّ آلاءِ رَبِّكُمَا تُكَذِّبَانِ). هــ.
“Jin menurut Ahlus-Sunnah wal-Jama’ah termasuk mukallaf sebagaimana ia menjadi objek pembicaraan dalam firman Allah ta’ala : “Hai
golongan jin dan manusia, apakah belum datang kepadamu rasul-rasul dari
golongan kamu sendiri, yang menyampaikan kepadamu ayat-ayat Ku dan
memberi peringatan kepadamu terhadap pertemuanmu dengan hari ini?” (QS. Al-An’aam : 130). Dan juga firman-Nya : “Maka nikmat Tuhan kamu yang manakah yang kamu dustakan?” (QS. Ar-Rahmaan : 32)”.
Telah berkata Fakhruddin Ar-Raaziy rahimahullah :
أطبق الكج على أن الجن كلهم مكلفون. هــ.
“Seluruh ulama sependapat bahwa seluruh jin itu termasuk mukallaf yang dibebani syari’at”.
Telah berkata Al-Qaadliy ‘Abdul-Jabbar rahimahullah :
لا نعلم خلافًَا بين أهل النظر أن الجن مكلفون. هــ.
“Kami tidak mengetahui adanya perselisihan di antara ulama bahwasannya jin itu termasuk mukallaf”.[39]
Telah berkata As-Subkiy dalam Fataawaa-nya :
فإن
قلت : إنهم مكلفون بشريعته صلى الله عليه وسلم في أصل الإيمان، أو في كل
شيء ؟ بل في كل شيء؛ لأنه إذا ثبت أنه - أي رسول الله صلى الله عليه وسلم
مرسل إليهم كما هو مرسل إلى الإنس، والدعوة عامة، والشريعة عامة - لزمهم
جميع التكاليف التي توجد أسبابها فيهم إلا أن يقوم دليل على تخصيص بعضها.
فنقول : إنهم يجب عليهم الصلاة والزكاة إن ملكوا نصابًا بشرطه، والحج وصوم رمضان وغيرها من الواجبات ويحرم عليهم كل حرام في الشريعة. هــ بإختصار.
فنقول : إنهم يجب عليهم الصلاة والزكاة إن ملكوا نصابًا بشرطه، والحج وصوم رمضان وغيرها من الواجبات ويحرم عليهم كل حرام في الشريعة. هــ بإختصار.
“Apabila engkau bertanya : ‘Sesungguhnya mereka itu dibebani syari’at Nabi shallallaahu ‘alaihi wa sallam dalam ashlul-iman atau dalam segala hal ? (Kami jawab) : Bahkan dalam segala hal ! Karena jika telah tetap bahwasannya beliau – yaitu Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa sallam diutus
kepada mereka sebagaimana beliau juga terutus bagi manusia, maka dakwah
dan syari’at beliau itu bersifat umum – yang mewajibkan semua beban
syari’at yang sebab-sebabnya ada pada diri mereka, kecuali adadalil yang
mengkhususkan sebagian darinya.
Kami katakan : Mereka (jin) wajib untuk melaksanakan shalat, zakat jika telah mencapai nishab
(atas harta mereka) dengan syart-syaratnya, berhaji, berpuasa di bulan
Ramadlan, dan yang lainnya dari perkara-perkara yang diwajibkan. Dan
diharamkan pula bagi mereka setiap yang diharamkan oleh syari’at”
[selesai dengan peringkasan].[40]
‘Aqidah dan Agama Jin
Jin
itu seperti halnya manusia semourna dalam permasalahan ini. Di antara
mereka ada yang Muslim, Nashara, atau Yahudi. Bahkan, jika ada yang
muslim, maka ia seperti muslimnya manusia juga – yaitu ada yang berpaham
Qadariyyah, Syi’ah, Ahlus-Sunnah, Ahlul-Bid’ah, dan yang lainnya. Ada
yang taat, ada pula yang berbuat maksiat. Ada yang taqwa, ada pula yang
jahat.
Allah ta’ala telah mengkhabarkan tentang hal itu bahwasannya mereka (para jin) berkata :
وَأَنَّا مِنَّا الصَّالِحُونَ وَمِنَّا دُونَ ذَلِكَ كُنَّا طَرَائِقَ قِدَدًا
“Dan
sesungguhnya di antara kami ada orang-orang yang saleh dan di antara
kami ada (pula) yang tidak demikian halnya. Adalah kami menempuh jalan
yang berbeda-beda” [QS. Jin : 11].
Ibnu ‘Abbas radliyallaahu ‘anhma berkata tentang firman Allah : ‘Adalah kami menempuh jalan yang berbeda-beda’ ; yaitu : Diantara kami ada yang mukmin (beriman) ada pula yang kafir.[41]
Ibnu Taimiyyah rahimahullah berkata :
أي مذاهب شتى مسلمون وكفار وأهل السنة وأهل البدعة. هــ
“Yaitu berbagai madzhab, seperti : Muslim, Kafir, Ahlus-Sunnah, dan Ahlul-Bid’ah”.[42]
Apakah Seorang Jin yang Mukmin Akan Dimasukkan ke Surga ?
Para
ulama salaf dan khalaftelah sepakat bahwa jin kafir akan dimasukkan
neraka. Namun mereka berselisih pendapat mengenai jin mukmin, apakah ia
dimasukkan ke surga atau tidak ?
Telah berkata Al-Haafidh :
على
أربعة أقوال : (أحدهما) نعم وهو قول الأكثر. (وثانيها) يكونون في ربض
الجنة وهو منقول عن مالك وطائفة. (وثالثها) أنهم أصحاب الأعراف. (ورابعها)
التوقف عن الجواب في هذا. هــ.
“(Dalam permasalahan ini) terbagi menjadi empat pendapat. Pertama, dimasukkan ke dalam surga – dan ini merupakan pendapat kebanyakan ulama. Kedua, ia ditempatkan di halaman surga – ini merupakan pendapat Malik dan sebagian ulama lain. Ketiga, mereka termasuk Ashhaabul-A’raaf (tempat antara surga dan neraka). Keempat, tawaquf (abstain) atas permasalahan ini”.[43]
Ibnu Katsir rahimahullah berkata :
والحق
أن مؤمنيهم كمؤمني الإنس يدخلون الجنة كما هو مذهب جماعة من السلف، وقد
استدل بعضهم لهذا بقوله عز وجل (لَمْ يَطْمِثْهُنَّ إِنْسٌ قَبْلَهُمْ وَلا
جَانٌّ) وفي هذا الاستدلال نظر وأحسن منه قوله جل وعلا : (وَلِمَنْ خَافَ
مَقَامَ رَبِّهِ جَنَّتَانِ * فَبِأَيِّ آلاءِ رَبِّكُمَا تُكَذِّبَانِ)
فقد امتن تعالى على الثقلين بأن جعل جزاء محسنهم الجنة وقد قابلت الجن هذه
الآية بالشكر القولي أبلغ من الإنس فقالوا ((ولا بشيء من آلائك ربنا نكذب
فلك الحمد)) فلم يكن تعالى ليمتن عليهم بجزاء لا يحصل لهم
“Yang
benar, bahwasannya orang-orang yang beriman di antara mereka adalah
seperti orang-orang beriman dari kalangan manusia yang akan dimasukkan
ke dalam surga. Ini merupakan madzhab jama’ah dari ulama salaf. Sebagian
dari mereka berdalil atas pendapat ini dengan firman Allah ‘azza wa jalla : “Mereka
tidak pernah disentuh oleh manusia sebelum mereka (penghuni-penghuni
surga yang menjadi suami mereka) dan tidak pula oleh jin” (QS. Ar-Rahmaan : 74). Namun pendalilan ini kurang pas. Dalil yang paling baik atas pendapat ini adalah firman-Nya jalla wa ‘alaa : “Dan bagi orang yang takut akan saat menghadap Tuhannya ada dua surga. Maka nikmat Tuhan kamu yang manakah yang kamu dustakan?” (QS. Ar-Rahmaan : 46-47). Allah ta’ala telah mengkaruniai ats-tsaqalain (golongan
jin dan manusia) bahwasannya mereka akan mendapatkan balasan atas amal
kebaikan mereka dengan surga. Golongan jin telah menerima ayat ini
dengan ungkapan rasa syukur yang lebih jelas dibandingkan manusia,
dimana mereka (para jn) berkata : ‘Kami sama sekali tidak mendustakan segala nikmat Rabb kami, maka bagi-Mu segala pujian’. Allah ta’ala tidak akan mengkaruniakan kepada mereka dengan satu balasan yang tidak terjadi pada mereka”.[44]
Aku
(Asy-Syaikh Wahiid Baaliy) berkata : Beliau (Ibnu Katsiir)
mengisyaratkan pada riwayat yang dibawakan oleh At-Tirmidziy dari Jaabir
radliyallaahu ‘anhu, ia berkata :
قرأ
رسول الله صلى الله عليه وسلم سورة الرحمن حتى ختمها ثم قال : ((مالي
أراكم سكوتًَا، للجن كانوا أحسن منكم ردًَا ما قرأت عليهم هذه الآية من مرة
{فَبِأَيِّ آلاءِ رَبِّكُمَا تُكَذِّبَانِ} إلا قالوا : ولا بشيء من آلائك
ربنا نكذب فلك الحمد)).
“Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa sallam membaca surat Ar-Rahmaan hingga merampungkannya. Lalu beliau bersabda : ‘Mengapa
aku melihat kalian terdiam. Sungguh jin lebih baik daripada kalian
dimana setiap kali aku membacakan kepada mereka ayat : ‘Maka nikmat Rabb
kamu yang manakah yang kamu dustakan ?’ ; mereka selalu menjawab :
‘Tidak ada satupun nikmat-nikmat itu, wahai Rabb kami, yang kami
dustakan. Dan bagi-Mu segala puji”.[45]
Ibnu Taimiyyah rahimahullahu ta’ala berkata :
وكافرهم - أي الجن - معذب في الآخرة باتفاق العلماء، وأما مؤمنهم فجمهور العلماء على أنه في الجنة.
“Dan
golongan yang kafir mereka – yaitu jin – akan diadzab di akhirat dengan
kesepakatan para ulama. Adapun golongan beriman mereka, maka jumhur
ulama berpendapat bahwa mereka berada di surga”.
Lalu beliau melanjutkan :
وقد روي أنهم يكونون في ربض الجنة - يراهم الإنس من حيث لا يرونهم، وهذا القول مأثور عن مالك والشافعي وأحمد وأبي يوسف ومحمد.
وقيل : إن ثوابهم النجاة من النار وهو مأثور عن أبي حنيفة. ١هــ.
وقيل : إن ثوابهم النجاة من النار وهو مأثور عن أبي حنيفة. ١هــ.
“Dan
telah diriwayatkan bahwa mereka berada di halaman surga dimana manusia
akan melihat mereka, namun mereka tidak melihat manusia. Pendapat ini ma’tsur
dari Maalik, Asy-Syaafi’iy, Ahmad, Abu Yuusuf, dan Muhammad. Dikatakan
pula : Sesungguhnya balasan bagi mereka adalah keselamatan dari siksa
api neraka. Pendapat ini ma’tsur dari Abu Haniifah”.[46]
Jin Takut kepada Manusia
Diriwayatkan oleh Ibnu Abid-Dun-yaa dari Mujaahid, ia berkata :
بينا
أنا ذات ليلة أصلي إذ قام مثل الغلام بين يدي قال : فشددت عليه لآخذه فقام
فوثب خلف الحائط حتى سمعت وقعته فما عاد إليَّ بعد ذلك.
“Ketika
aku melakukan shalat di satu malam, tiba-tiba berdirilah makhluk
seperti anak-anak di hadapanku. Lalu aku mengejar untuk menangkapnya. Ia
pun berdiri dan melompat ke balik dinding hingga aku mendengar bunyi
jatuhnya. Ia tidak kembali lagi setelah kejadian itu”.
Mujaahid berkata :
إنهم يَهَابونكم كما تهابونكم.
“Sesungguhnya mereka takut kepada kalian sebagaimana kalian pun takut kepada mereka”.
Dan diriwayatkan juga dari Mujaahid, ia berkata :
الشيطان أشد فَرَقًَا - أي خوفًَا - من أحدكم منه فإن تعرض لكم فلا تَفْرقوا منه فيركبكم ولكن شدوا عليه فإنه يذهب.
“Syaithan
itu lebih takut daripada salah seorang di antara kalian. Apabila ia
menampakkan diri kepada kalian, maka janganlah kalian takut sehingga
akan menguasai kalian. Akan tetapi bersikap keras/beranilah kalian
kepadanya, niscaya ia akan pergi”.
Al-Haafidh
Abu Bakr Muhammad bin Muhammad bin Sulaimaan Al-Baaghandiy berkata :
Telah menceritakan kepada kami Ahmad bin Bakkaar bin Abi Maimuunah :
Telah menceritakan kepada kami Ghiyaats, dari Hushain, dari Mujaahid, ia
berkata :
كان
الشيطان لا يزال يتزيا لي إذا قمت إلى الصلاة في صورة ابن عباس. قال فذكرت
قول ابن عباس فجعلت عندي سكينًَا فتزيا لي فجعلت عليه فطعنته فوقع وله
وجبة فلم أره بعد ذلك.
“Syaithan
senantiasa menampakkan diri kepadaku saat aku berdiri melaksanakan
shalat dalam bentuk/rupa Ibnu ‘Abbaas. Lalu aku ingat perkataan Ibnu
‘Abbaas sehingga selalu mempersiapkan pisau di sisiku. Satu saat, ia
(syaithan) kembali menampakkan diri kepadaku, lalu aku serang dan aku
tusuk ia sehingga mengenainya. Ia pun jatuh tersungkur. Setelah itu, aku
tidak pernah melihatnya lagi”.
Mengenai Al-Haafidh Al-Baaghandiy, Ibnu Hajar berkomentar tentangnya : “Terkenal sering melakukan tadlis, namun ia jujur dan amanah”.[47]
Aku (Asy-Syaikh Wahiid Baaliy) berkata : “Di sini ia telah menjelaskan lafadh tahdits-nya, sehingga aman dari tadlisnya”.
………..
Insya Allah bersambung
[Abu Al-Jauzaa’ – perumahan ciomas permai – dari buku Wiqaayatul-Insaan minal-Jinni wasy-Syaithaan oleh Wahiid ‘Abdus-Salaam Baaliy, hal. 21–38; Maktabah Ash-Shahaabah, Cet. 10/1418].
[1] Diriwayatkan oleh Muslim (4/170 - dengan Syarh An-Nawawi).
[2] Diriwayatkan oleh Al-Bukhari (6/343 – Fathul-Baariy), Maalik (1/68), An-Nasaa’iy (2/12), dan Ibnu Maajah (1/239).
[3] Diriwayatkan oleh Al-Bukhari (2/253 – Fathul-Baariy) dan Muslim (4/168 – dengan Syarh An-Nawawi).
[4] Tafsir Ibni Katsiir (4/271).
[5] Diriwayatkan oleh Muslim (18/123 dengan Syarh An-Nawawi).
[6] Diriwayatkan oleh An-Nasaa’iy dalam Tafsir-nya (no. 454) dan Ishaq bin Rahawaih dalam Musnad-nya (no. 1453) – Abu Al-Jauzaa’.
[7] Diriwayatkan oleh Muslim (5/30 – dengan Syarh An-Nawawi), dan akan datang kemudian hadits selengkapnya.
[8] Diriwayatkan oleh Maalik dalam Al-Muwaththa’ (4/407 no. 1908 – tahqiq : Saliim bin ‘Ied Al-Hilaaliy) - hasan lighairihi – Abu Al-Jauzaa’.
[9] Diriwayatkan oleh Al-Bukhaariy (4/282 – Fathul-Baariy) dan Muslim (14/155 dengan Syarh An-Nawawi).
[10] Diriwayatkan Ath-Thabarani, Al-Haakim, dan Al-Baihaqiy dalam Al-Asmaa’ wash-Shifaat dengan sanad shahih. Dishahihkan oleh Asy-Syaikh Al-Albani dalam Shahiihul-Jaami’ (no. 3114).
Catatan : Asy-Syaikh Hamdi bin ‘Abdil-Majiid As-Salafiy memberikan keterangan takhrij dalam Al-Mu’jamul-Kabiir (22/214 no. 573) atas hadits tersebut sebagai berikut : “Diriwayatkan oleh Al-Mushannif (yaitu Ath-Thabaraniy) dalam Musnad Asy-Syaamiyyiin
(no. 1956) dan Al-Haakim (2/456) dan ia menshahihkan serta disepakati
oleh Adz-Dzahabi. Diriwayatkan juga oleh Al-Baihaqi dalam Al-Asmaa’ wash-Shifaat (hal. 388). – Abu Al-Jauzaa’.
[11] Diriwayatkan oleh Abu Daawud dalam Kitaabuth-Thahaarah, Baab 3; An-Nasaa’iy dalam Kitaabuth-Thahaarah, Bab 17; Ibnu Maajah dalam Ath-Thahaarah, Baab 9; dan Al-Imam Ahmad dalam Musnad-nya (4/369) – dan ini adalah hadits shahih.
[12] Diriwayatkan oleh Abu Daawud dalam Kitaabuth-Thahaarah, Baab 16,29; An-Nasaa’iy dalam Ath-Thahaarah, Baab 29; dan Al-Imam Ahmad dalam Musnad-nya (5/82). Hadits ini shahih. Abu Zur’ah dan Abu Haatim telah menetapkan penyimakan Qataadah dari ‘Abdullah bin Sarjis.
Catatan : Riwayat tersebut didla’ifkan oleh Asy-Syaikh Al-Albani dalam Dla’if Sunan An-Nasa’i (hal. 13 no. 34) dan Irwaaul-Ghaliil (1/93-94 no. 55) - Abu Al-Jauzaa’.
[13] Diriwayatkan oleh Al-Bukhari (7/171 – Fathul-Baariy).
[14] Diriwayatkan oleh Muslim (13/191 dengan Syarh An-Nawawiy).
[15] Diriwayatkan oleh Muslim (13/190 dengan Syarh An-Nawawiy).
[16] Diriwayatkan oleh Muslim (13/190 dengan Syarah An-Nawawi).
[17] Fathul-Baariy (6/345).
[18] Diriwayatkan oleh Muslim (4/170 dengan Syarh An-Nawawi).
[19] Asy-Syaikh Al-Albani mendla’ifkan lafadh Muslim di atas karena dua ‘illat, yaitu mursal dan idlthirab. Adapun yang shahih adalah riwayat At-Tirmidzi dan yang lain tanpa lafadh “nama Allah” sebagaimana dalam Silsilah Adl-Dla’iifah (3/133-140 no. 1038) - Abu Al-Jauzaa’.
[20] Diriwayatkan oleh Al-Bukhari, Kitaabu Bad’il-Khalq, Baab (11); dan Muslim, Kitaabul-Musaafiriin, hadits no. 254, 290.
[21] Diriwayatkan oleh Al-Bukhari (4/487), (6/335), (9/55 – Fath) secara mu’allaq dengan lafadh jazm.
[22] Maksudnya, jin/syaithan dalam bentuk aslinya tidaklah dapat dilihat oleh manusia.- Abu Al-Jauzaa’.
[23] Fathul-Baariy (4/489).
[24] Diriwayatkan oleh Ibnu Hibban, Ath-Thabaraniy dalam Al-Kabiir, dan Ibnu Abi Haatim dalam Al-‘Ilal; dishahihkan oleh Al-Albaniy dalam Ash-Shahiihah (4/439 no. 1824).
[25] Diriwayatkan oleh Al-Haakim, dan dishahihkan oleh Al-Albaniy dalam Shahiihul-Jaami’ (4/38).
[26] Diriwayatkan oleh Muslim dalam Kitaabul-Musaaqaah, hadits no. 47.
[27] Diriwayatkan oleh Muslim (4/226 dengan Syarh An-Nawawi), An-Nasaa’iy (2/64), Ibnu Maajah (1/306) dan Ad-Daarimiy (1/329).
[28] Risalatul-Jinn (hal. 41).
[29] Tafsir Ibni Katsiir (2/317).
[30] Risalatul-Jin (hal. 32).
[31] Aakaamul-Marjaan (hal. 19).
[32] Fathul-Baariy (6/344).
[33] Diriwayatkan oleh Muslim (14/217 dengan Syarh An-Nawawi).
[34] Shahih Muslim (14/214) – dengan Syarh An-Nawawi.
[35] Diriwayatkan oleh Muslim (14/235 – dengan Syarh An-Nawawi).
[36] Diriwayatkan oleh Al-Bukhariy (1/242 – Al-Fath) dan Muslim (4/70 – dengan Syarh An-Nawawi).
[37] Shahiih Al-Bukhariy, Kitaabul-Wudluu’, Baab Maa Yaquulu ‘indal-Khalaa’.
[38] Fathul-Baariy (4/488).
[39] Dinukil dari Luqathul-Marjaan (hal. 71).
[40] Luqathul-Marjaan (hal. 93).
[41] Tafsir Ibni Katsiir (4/430).
[42] Risaalatul-Jin (hal. 27).
[43] Fathul-Baariy (6/346).
[44] Tafsir Ibni Katsir (4/171).
[45]
Diriwayatkan oleh At-Tirmidziy (5/73), Al-Bazzaar, dan Al-Haakim.
Diriwayatkan pula oleh Ibnu Jariir dari Ibnu ‘Umar; dihasankan oleh
Al-Albaaniy dalam Shahiihul-Jaami’ (5/31, no. 5014).
[46] Majmuu’ Al-Fataawaa (19/38), Terbitan : As-Su’uudiyyah.
http://abul-jauzaa.blogspot.com/2010/03/eksistensi-jin-menurut-syariat-islam.html
0 komentar:
Posting Komentar