Aku tak tahu,
apakah ini kesialanku atau keberuntunganku. Satu yang kutahu, inilah
jalan yang diberikan Allah untuk bertemu jodohku. Meski awalnya, aku
merasa sial karena kecelakaan itu dan aku harus mengganti rugi tidak sedikit. Toh akhirnya justru kesialanku itu membawaku ketemu jodoh.
Ceritanya begini, secara tak sengaja aku menabrak seorang polisi
sepulang kuliah. Tak kusangka “motor butut”-ku bisa merusak total
motornya yang bernilai puluhan juta. Perasaan, mataku sudah fokus ke
jalan, tak jelalatan kemana-mana. Doa juga sudah kubaca saat aku
menyalakan mesin motor di parkiran I kampus.
Memang sudah apes dan inilah yang dinamakan takdir. Nggak diminta dan meski sudah hati-hati eh… nabrak juga, … polisi lagi.
Aku dan motorku sempat juga jungkir balik, Alhamdulillah lukaku tak
seberapa parah, meski jidatku sempat berdarah-darah dan tanganku
terkilir, serta luka lecet hamper diseluruh tubuh. Meski tak sampai
membuatku pingsan, aku harus merasakan mondok tiga hari di rumah sakit.
Sementara polisi yang kutabrak tak separah aku. Tapi justru motornya
yang parah, sempat aku ciut nyali saat temen-temen polisi dan
orang-orang mengerumuniku. Di TKP teman-teman polisi itu justru yang
marah-marah dan bersikap agak keras padaku, tapi mas polisi itu justru
minta teman-temannya bersikap baik dan sabar padaku.
“Sudah,
nggak papa namanya juga nggak sengaja, memang ada orang mau nabrak atau
ditabrak? Jangan kasarlah aku baik saja kok. Kayaknya motor yang kena,
nanti kan bisa diselesaikan baik-baik”.
Aku dibuat kagum bahkan
polisi yang kutabrak itu berbaik hati mengantarku ke rumah sakit dan
mengabari keluarga dirumah. Selama tiga hari itu dia juga menyempatkan
diri menjengukku di rumah sakit. Kami jadi akrab karenanya.
Nah, setelah keluar dari rumah sakit aku mulai disibukkan urusan ganti
rugi onderdil motor senilai puluhan juta itu. Ganti rantai saja nilainya
jutaan rupiah, itu pun belum spare part lain.
Makanya hampir
seluruh tabungan hasil kerja sampinganku ludes semua. Tapi aku memang
harus bertanggungjawab bukan? Aku tak mau menyusahkan orangtua soal
ganti rugi, hingga aku bilang ke mas polisi cuma bisa mencicil sedikit
demi sedikit.
Seperti biasa, kali ini aku ke rumah mas polisi
untuk mencicil ganti rugi. Ini keempat kalinya aku kesana. Sambil
tersenyum dan mengucapkan terima kasih dia menerima “setoranku”. Dan
seperti biasa pula kami ngobrol sejenak. Tak kusangka dia tiba-tiba
bertanya, “sudah ada gambaran nikah belum?” tanyanya padaku sambil
mesem-mesem.
“Ya kadang pingin juga mas, kerja kecil-kecilan
insya Allah sudah ada, pinginnya nggak nunda-nunda, tapi jodohnya belum
ada”. Jawabku sambil cengar-cengir.
“Mau sama adikku? Serius
nih, orangnya pake jilbab gedhe kamu carinya kan yang kayak gitu”. Mas
polisi bilang gitu mungkin karena celanaku yang “kayak orang kebanjiran”
seperti temen-temen kampus yang suka meledekku.
“Bener kok, serius!” Ujarnya menegaskan.
Sore itu aku pulang dan berjanji memikirkan tawarannya. Setelah
berkonsultasi dengan orang tua dua pekan kemudian kuberikan jawaban
“Ya”. Tentu saja, akhwat dan keluarganya sudah tahu keadaanku yang
perbedaannya ibarat langit dan bumi dengan mereka yang dari keluarga
berada. Meski awalnya minder, sikap bapak akhwat yang begitu baik
membuatku percaya diri, pesannya padaku singkat.
“Laki-laki yang bisa menjadi imam dan tanggungjawab, satu lagi jaga anak perempuan saya, dia sepenuhnya saya titipkan ke kamu”.
Meski diberi tanggungjawab yang tak ringan, hatiku serasa diguyur es,
sejuk…. Rasanya. Aku segera pulang ke awang-awang sepulang nazhar. Mas
Har, si mas polisi yang kutabrak itu mencegatku, ia menyerahkan amplop
tebal padaku.
“Ini uang yang kamu titipkan padaku, ini hadiahku
tapi bener ya cepet jemput bidadarimu! Ia memukul pundakku ringan dan
pergi tanpa memberiku kesempatan bertanya lagi.
Masya Allah, di
rumah, begitu kubuka amplop ternyata isinya uang sesuai ganti rugi
motor yang kuberikan kepada mas Har. Segera kuhubungi mas Har lewat
telepon, tapi ia tertawa ringan.
“Aku sudah bilang, itu untuk calon adikku”.
Berkaca-kaca saat kututup telepon sambil tak henti-hentinya bersyukur.
Sudah nabrak orang, dikasih adiknya, dipercaya orangtuanya, uang ganti
ruginya masih dikembalikan padaku.
Semalaman aku tak bisa tidur
entah karena senang atau bingung. Uang senilai hampir sepuluh juta itu,
kuberikan sebagai mahar saat akad nikah buat istri. Tepat sebulan
sebelum Ramadhan.
Kini kami sudah punya 2 momongan, insya Allah
beberapa bulan lagi akan bertambah seorang lagi. Mas Har menikah 2
tahun kemudian, ia baru punya satu momongan, Alhamdulillah kami semua
hidup bahagia. Mas har dan istrinya juga mulai tertarik manhaj mulia ini
(manhaj salaf). Dan itu menambah kebahagiaan kami.
Wallahua’lam bish Shawwab.
Barakallahu fiikum.
Sumber: Majalah Nikah Sakinah Volume 9,
*Sebuah pic note facebook
Rabu, 28 Agustus 2013
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
0 komentar:
Posting Komentar