![]() |
Kepada yang tercinta bundaku yang ku sayang.
Segala Puji bagi Alloh yang telah memuliakan kedudukan orang tua, dan telah menjadikan mereka berdua pintu tengah menuju surga.
Sholawat serta salam hamba yang
lemah ini haturkan kepada Nai muhammad yang mulia, keluarga serta
sahabatnya hingga hari kiamat. Amiin.
Ibu ..
Aku terima suratmu yang engkau
tulis dengan tetesan air mata dan kesedihan. Aku telah membacanya,
semuanya, tidak ada satu huruf pun yang aku sisakan. Tapi taukah engkau
ibu bahwa aku membacanya semenjak sehabis sholat isyak, aku tutup pintu
kamar, aku buka surat yang engkau tuliskan untukku dan baru aku
selesaikan membacanya setelah ayam berkokok, setelah fajar terbit dan
suara adzan pertama telah dikumandangkan
Sebenarnya surat yang engkau tulis tersebut, jika ditaruhkan didalam batu tentunya ia akan pecah, jika engkau letakkan ke atas daun yang hijau tentu ia pun akan kering.
Sebenarnya surat yang engkau tulis untukku itu bagaikan petir kemurkaan, jika dilecutkan kepohon, maka pohon itu akan rebah dan terbakar.
Suratmu wahai ibu bagaikan awan kaum tsamud yang datang berarak yang siap dimuntahkan isinya kepadaku.
Ibu …
Aku telah membaca suratmu,
sedangkan airmataku tidak pernah berhenti, bagaimana tidak, jika surat
itu ditulis oleh seseorang yang bukan ibuku dan bukan ditujukan pula
kepadaku layaklah orang yang paling bebal akan menangis sejadi-jadinya.
Bagaimana sekiranya ternyata yang menulis adalah engkau ibuku, dan surat
itu ditujukan untukku sendiri anakmu.
Sungguh aku sering membaca kisah
sedih, tidak terasa bantal yang dipakai untuk bersandar akan basah oleh
air mata karenanya. Bagaimana dengan surat yang ibu tulis itu, bukan
cerita yang ibu karang, atau sebuah drama yang ibu perankan, akan tetapi
ini adalah kenyataan hidup yang ibu rasakan.
Ibuku yang kusayangi...
Sungguh berat cobaan yang ibu
alami, sungguh malang penderitaanmu, semua apa yang telah engkau
sebutkan adalah benar adanya, aku masih ingat ketika engkau ditinggalkan
ayah dimasa engkau hamil tua mengandung adikku, ayah pergi entah
kemana, tanpa meninggalkan uang belanja. Jadilah engkau mencari apa yang
dapat dimasak disekitar rumah dari dedaunan dan buah-buahan. Kemudian
dengan langkah yang berat engkau melangkah ke kedai untuk membeli ala
kadarnya, sambil engkau membisikkan kepada penjual bahwa apa yang telah
engkau ambil itu adalah hutang, yang engkau sendiri tidak tahu kapan
engkau akan melunasinya.
Ibu …
Aku masih ingat ketika kami
anak-anakmu menangis, meminta untuk dibuatkan makanan, engkau tiba-tiba
menggapai atap dapur, untuk menggapai kerak nasi yang telah lama engkau
jemur.
Ibu …
Maafkanlah anakmu ini, aku tahu
bahwa semenjak engkau gadis, sebagaimana diceritakan oleh nenek, sampai
engkau telah tua seperti sekarang ini, engkau belum pernah mengecap
kebahagiaan. Duniamu hanya rumah, belum pernah aku melihatmu bergembira,
kecuali ketika kami anak-anakmu bertandang mengunjungimu. Selain dari
itu tidak ada kebahagiaan. Semua hidupmu adalah perjuangan. Semua
hari-harimu adalah pengorbanan.
Ibu maafkanlah anakmu ini...
Semenjak engkau pilihkan untukku
wanita yang telah engkau puji kemuliaan dan akhlaknya, yang telah
engkau sanjung keturunan dan negerinya, semenjak itu pula aku seakan
akan lupa denganmu, keberadaan dia sebagai istriku telah melupakan
posisi engkau sebagai ibuku. Senyuman dan sapaannya telah melupakan aku
dari himbauanmu.
Ibu ...
Aku tidak menyalahkan wanita
pilihanmu tersebut, tidak. Karena kewajibannya untuk menunaikan
tanggungjawabnya sebagai istri. Aku berharap pada permasalahan ini,
engkau tidak membawa-bawa namanya, dan mengaitkan kedurhakaanku kepadamu
karenanya, karena selama ini dimataku dia adalah istri yang baik, istri
yang selalu berupaya berbuat banyak untuk suami dan anaknya. Istri yang
selalu menyuruh untuk taat dan berbakti kepada kedua orang tua.
Ibu …
Ketika seorang laki-laki menikah
dengan seorang wanita, maka seolah-olah dia mendapatkan mainan yang
baru, seperti anak kecil yang mendapatkan boneka atau orang-orangan.
Maafkan aku ibu, aku tidaklah membela diriku, karena dari awal dan akhir
pembicaraan ini kesalahan ada padaku anakmu ini. Akan tetapi aku ingin
menerangkan keadaan yang aku alami. Perubahan suasana yang engkau dan
aku berpisah tidak satu atap lagi.
Ibu …
Perkawinanku membawaku memasuki
dunia baru. Dunia yang selama ini tidak aku kenal. Dunia yang hanya ada
aku, istriku dan anak-anakku. Bagaimana tidak, istri yang baik,
anak-anak yang lucu. Maafkan aku ibu, maafkan aku anakmu ini, aku merasa
dunia hanya milik kami, aku tidak peduli keadaan orang lain, yang
penting bagiku adalah keadaan mereka, anak-anak dan istriku.
Ibu maafkan aku, ampunkan aku,
aku telah lalai, aku telah alpa, aku telah lupa, aku menyia-nyiakanmu,
aku pernah mendengar kajian :
”Bahwa orang tua difitrahkan untuk cinta kepada anaknya.
Akan tetapi anak-anak difitrahkan untuk menyia-nyiakan orang tuanya.”
Ibu, anak difitrahkan untuk menyia-nyiakan orang tuanya,
difitrahkan. Oleh sebab itu dilarang mencintai anak secara berlebihan,
sebagaimana anak dilarang berbuat durhaka kepada oarang tuanya.
Itulah yang terjadi pada diriku ibuku.
Aku pasti akan gila ketika
melihat anakku sakit, aku seperti orang kebingungan ketika mereka sakit,
tetapi itu sulit aku rasakan jika hal itu terjadi padamu. Wahai ibuku.
Ibu …
Sulit aku merasakan persaanmu ibu, sulit.
Kalaulah bukan karena bimbingan
agama yang telah engkau talqinkan kepadaku, tentu... tentu aku akan
seperti kebanyakan anak-anak yang telah durhaka kepada orang tuanya.
Kalaulah bukan karena baktimu
pula kepada orang tuamu dan orang tua ayah, niscaya aku tidak akan
pernah mengenal arti bakti kepada orang tua.
Ibu …
Setelah suratmu datang baru aku
mengerti, baru aku mengerti, karena selama ini hal itu tidak pernah
engkau ungkapkan, semuanya engkau simpan dalam-dalam seperti semua
permasalahan yang berat yang kau hadapi selama ini.
Sekarang baru aku mengerti wahai
ibu bahwa hari yang sulit bagi seorang ibu adalah hari dimana anak
laki-lakinya telah menikah dengan seorang wanita. Wanita yang telah mendapat keberuntungan,
bagaimana tidak, dia dapatkan seoarang laki-laki yang telah matang
pribadinya dan matang ekonominya dari seorang ibu yang telah letih
membesarkannya. Sekarang dengan ikhlas dia berikan kepada seorang wanita
yang tidak ada hubungan apa-apa dengannya, kecuali hubungan dua wanita
yang saling berebut perhatian seorang laki-laki. Dia sebagai anak dari
ibunya dan dia sebagai suami dari istrinya.
Ibuku sayang …
Maafkan aku, ampunkan diriku
Satu tetes airmatamu adalah lautan api neraka bagiku
Janganlah engkau menagis
Janganlah engkau menangis lagi
Janganlah engkau berduka lagi
Karena duka dan tangismu
menambah dalam jatuhku kedalam neraka.
Aku takut ibu, takut …
Kalau akan itu pula yang aku peroleh,
kalaukah neraka pula yang aku dapatkan,
izinkan aku membuang semua kebahagiaanku selama ini
demi hanya untuk dapat menyeka air matamu
Kalaulah engkau murka kepadaku,
izinkan aku datang kepadamu memabawa segala yang aku miliki
lalu menyerahkannya kepadamu,
lalu terserah engkau, terserah engkau, mau kau perbuat apa.
Sungguh ibu dari hati aku katakan aku tidak mau masuk neraka, sekalipun aku memiliki kekuasaan fir’aun, dan kekayaan Qorun, dan keahlian hamman,
niscaya tidak akan aku tukar kesengsaraan diakhirat sekalipun sesaat.
Siapa pula yang tahan dengan adzab neraka wahai bunda. Maafkan, maafkan
aku anakmu ini wahai ibu.
Adapun sebutanmu tentang keluhan
dan pengaduan kepada Alloh Subhanahu wa Ta’ala, bahwa engkau belum mau
mengangkatnya ke langit, bahwa engkau belum lagi mau berdo’a kepada
Alloh akan kedurhakaanku.
Maka ampun wahai ibu,
kalaulah itu yang terjadi,
doa itu tersampaikan kelangit,
salah pula ucap lisanmu,
apalah jadinya nanti diriku,
tentu aku akan menjadi tunggul yang tumbang disambar petir,
apa gunanya kemegahan sekiranya engkau doakan atasku kebinasaan,
tentu aku akan menjadi pohon yang tidak berakar ke bumi,
dan dahannya tidak bisa sampai ke langit
Sedangkan ditengahnya dimakan kumbang.
Kalaulah doamu terucap atasku wahai ibunda
Maka tidak ada lagi gunanya hidup ini
Tidak ada gunanya kekayaan
Tidak ada gunanya banyak pergaulan
Ibu…
Dalam sepanjang sejarah anak
manusia yang kubaca, maka tidak ada orang yang berbahagia setelah kena
kutuk orang tua, itu di dunia, maka aku tidak dapat bayangkan
bagaimanakah nasibnya di akhirat tentu ia lebih sengsara.
Ibu…
Setelah membaca suratmu baru aku
menyadari kekhilafan, kealpaan dan kelalaianku. Ibu, pasti suratmu akan
aku jadikan pegangan dalam hidupku. Setiap kali aku lalai dalam
berkhidmat kepadamu, akan kubaca ulang kembali, akan ku simpan dalam
lubuk hatiku, sebelum aku menyimpannya dalam kotak wasiat. Akan aku
sampaikan kepada anak keturunanku bahwa ayah mereka dahulu pernah lalai
didalam berbakti, lalu dia sadar dan kembali kepada kebenaran, ayah
mereka pernah berbuat salah, sehingga ia telah menyakiti hati orang yang
seharusnya ia cintai, dan kemudian ia kembali kepada petunjuk.
Bunda...
Tua, engkau berbicara tentang
tua wahai ibunda, siapa yang tidak mengalami ketuaan. Wahai ibu, burung
elang yang terbang diangkasa tidak pernah bermain kecuali ditempat yang
tinggi, suatu saat nanti ia akan jatuh jua. Dikejar dan diperebutkan
oleh burung-burung kecil. Singa, si raja hutan yang selalu memangsa jika
sudah tua dia akan dikejar anjing-anjing kecil tanpa ada perlawanan.
Tidak ada kekuasaan yang kekal, tidak ada kekayaan yang abadi, yang
tersisa hanya amal baik dan amal buruk, yang kelak dipertanggung
jawabkan
Ibu…
Doakan anakmu ini agar menjadi anak yang berbakti kepadamu di masa dimana banyak anak tlah durhaka kepada orang tuanya
Angkatlah ke langit munajtmu untukku
Agar aku peroleh kebahagiaan abadi dunia dan akhirat
Ibu…,Sesampainya surat ini
Insya Alloh ...
Tidak ada lagi air mata yang jatuh karena ulah anakmu
Setelah in tiada lagi kejauhan antara aku denganmu
Bahagianmu adalah bahagianku
Kesediahanmu adalah kesedihanku
Senyummu adalah senyumku
Tangismu adalah tangisku
Aku berjanji untuk selalu
berbakti kepadamu buat selamanya dan aku berharap agar aku dapat
membahagiakanmu selamanya, selagi mataku masih bisa berkedip, maka
bahagiakanlah dirimu, buanglah segala kesedihanmu, cobalah tersenyum,
ini kami, aku istri, dan anak-anak sedang bersiap-siap untuk bersimpuh
dihadapanmu, dan mencium tanganmu, salam hangat dari anakmu yang
durhaka.
Wallohu Ta’ala A’lam
Ditulis Ulang dari Buku : Kututip Surat Ini Untukmu, karya Ustadz Armen Halim Naro Rohimahulloh
Ditulis Ulang dari Buku : Kututip Surat Ini Untukmu, karya Ustadz Armen Halim Naro Rohimahulloh
0 komentar:
Posting Komentar