Oleh
Syaikh Salim bin 'Id al-Hilali -hafizhahullah-
Sesungguhnya 'ubûdiyah (penghambaan kepada Allah) memiliki hakikat dan
kekuatan yang sangat besar dalam mewujudkan janji Allah bagi orang-orang
yang beriman dalam meraih kekuasaan di muka bumi dan kejayaan beragama
dalam kehidupan nyata. Barang siapa berkeinginan mencapai cita-cita yang
dituju ini dan mengembalikan kemuliaan yang telah hilang itu, maka
tidak ada pilihan kecuali menunjukkan bukti penghambaan secara benar
itu. Dia harus mengetahuinya dan bagaimana mewujudkan penghambaan itu,
sebelum ia ragu atau meragukan, atau menganggap lambat pertolongan Allah
Azza wa Jalla.
Janji Allah Azza wa Jalla pasti terjadi, tidak ada yang mampu menolak;
kebenaran yang tidak bisa dipungkiri, karena merupakan janji Dzat yang
tidak menyelisihi janji-Nya, dan ketetapan-Nya tidak pernah meleset dari
orang yang telah berhak mendapatkannya. Allah Azza wa Jalla berfirman :
"Dan Allah telah berjanji kepada orang-orang yang beriman di antara
kalian dan mengerjakan amal-amal yang shalih bahwa Dia sungguh-sungguh
akan menjadikan mereka berkuasa di muka bumi." [an-Nûr/24: 55]
Istikhlâf (menjadikan penguasa) merupakan janji Allah bagi orang-orang
beriman pada setiap generasi sampai datang takdir Allah. Dia berfirman:
"Sebagaimana Dia telah menjadikan orang-orang sebelum mereka berkuasa". [an-Nûr/24:55].
Sesungguhnya Allah Azza wa Jalla mengetahui segala yang akan terjadi,
tidak ada yang dapat menolak ketetapan-Nya, tidak ada yang dapat
membatalkan hukum-Nya, dan tidak ada yang dapat mengganti
kalimat-kalimat-Nya. Allah Azza wa Jalla berfirman:
"Dan sungguh telah Kami tulis di dalam Zabûr sesudah (kami tulis di
dalam) Lauh Mahfuzh, bahwasanya bumi ini dipusakai hamba-hamba-Ku yang
shalih. Sesungguhnya (apa yang disebutkan) dalam (surat) ini,
benar-benar menjadi peringatan bagi kaum yang menyembah (Allah)."
[al-Anbiyâ`/21:105-106]
Sesungguhnya tanda (bukti) pemahaman terhadap istikhlâf (dijadikannya orang beriman sebagai penguasa) yaitu firman Allah:
"Dan sungguh Dia akan meneguhkan bagi mereka agama yang telah diridhai-Nya untuk mereka". [an-Nûr/24:55]
Sedangkan kejayaan agama dalam kehidupan manusia, sehingga agama itu
mengatur urusan-urusan manusia dan menjaganya; tidak akan terwujud
kecuali jika agama itu telah merasuk dalam hati para pemeluknya dan
dapat mengatur urusan-urusan terkecil dalam kehidupan mereka. Jika
engkau telah melihat para da'inya juga demikian, maka ketahuilah bahwa
pertolongan Allah Subhanahu wa Ta'ala sudah dekat.
Berdasarkan uraian ini diketahui bahwa perkataan sebagian dai
"Tegakkanlah negara Islam di hatimu, niscaya negara Islam akan tegak di
bumimu", merupakan perkataan yang bijaksana. Karena orang yang ingin
meraih pertolongan Allah Azza wa Jalla, maka ia harus berdiri tegak
melaksanakan perintah Allah Azza wa Jalla, jangan sampai agama ini
diserang dari arahnya. Allah berfirman:
"Hai orang-orang mukmin, jika kamu menolong (agama) Allah, niscaya Dia
akan menolongmu dan meneguhkan kedudukanmu". [Muhammad/47:7].
Mengapa harus demikian? Karena kekuasaan di muka bumi dan kejayaan agama
Islam merupakan buah (hasil) dari iman dan amal shalih. Dan Buah itu
tidak akan matang kecuali jika tumbuhannya telah kuat, tegak di atas
batangnya, akarnya kokoh serta cabangnya menjulang ke langit.
Sungguh! Imam asy-Syafi'i rahimahullah telah berkata benar, ketika
ditanya: "Manakah yang lebih baik bagi hamba, antara kejayaan dalam
beragama ataukah ujian?"
Beliau menjawab: "Keteguhan dalam beragama itu tidak akan ada kecuali setelah mengalami ujian".
Ini merupakan impelementasi firman Allah Azza wa Jalla :
"Alif laam miim. Apakah manusia itu mengira bahwa mereka dibiarkan
(saja) mengatakan: "Kami telah beriman," sedang mereka tidak diuji lagi?
Dan Sesungguhnya Kami telah menguji orang-orang yang sebelum mereka,
maka sesungguhnya Allah mengetahui orang-orang yang benar dan
sesungguhnya Dia mengetahui orang-orang yang dusta".
[al-'Ankabût/29:1-3].
Dari sini nampak jelas urgensi penghambaan diri kepada Allah Azza wa
Jalla sebelum diberi kekuasaan di muka bumi dan kejayaan. Bahkan dalam
ayat itu (surat an-Nûr/24 ayat 55) juga terdapat keterangan tentang
penyebab diberi kekuasaan di muka bumi dan kejayaan dalam beragama,
yaitu firman Allah Azza wa Jalla :
"(mereka tetap menyembahku-Ku dengan tiada mempersekutukan sesuatu apapun dengan Aku." [an-Nûr/24:55].
Akan tetapi istikhlâf (meraih kekuasaan) memiliki kewajiban-kewajiban
(yang harus ditunaikan, Pent.) dalam jiwa dan kehidupan manusia. Yakni
tidak boleh terpedaya dan sombong; tidak mencampakkan diri ke dalam
kebinasaan dengan menunda-nunda (menjalankan kewajiban) dan cenderung
kepada kemewahan dunia, serta menyepelekan perintah Allah Azza wa Jalla.
Karena banyak orang mampu bersabar menghadapi ujian dan kesusahan,
tetapi berguguran pada saat mendapatkan kemenangan dan kenikmatan.
Bukankah pemberian ujian itu (terkadang) dengan kebaikan (perkara yang
menyenangkan manusia-pent) dan terkadang dengan keburukan (perkara yang
tidak menyenangkan manusia, Pent.)?
Sesungguhnya keteguhan hati di atas al-haq setelah al-haq itu dikokohkan
dan setelah para pengikut al-haq diberi kekuasaan, merupakan kedudukan
yang lebih tinggi daripada tamkîn (kejayaan agama) dan istikhlâf (meraih
kekuasaan). Keteguhan hati itulah yang akan melindunginya, menjaganya,
dan mengokohkannya. Hakikat ini tertulis dalam Al-Qur`ân dengan
huruf-huruf yang nampak jelas dalam hati hamba-hamba ar-Rahman (Allah
Yang Maha Pemurah):
"Sesungguhnya Allah pasti menolong orang yang menolong (agama)-Nya.
Sesungguhnya Allah benar-benar Mahakuat lagi Mahaperkasa, (yaitu)
orang-orang yang jika Kami teguhkan kedudukan mereka di muka bumi
niscaya mereka mendirikan shalat, menunaikan zakat, menyuruh berbuat
ma'ruf dan mencegah dari perbuatan yang mungkar; dan kepada Allah-lah
kembali segala urusan." [al-Hajj/22:40-41].
Yaitu tetap teguh diatas manhaj (jalan haq yang terang) setelah berjaya
dan berkuasa, sebagaimana sebelum mendapatkan kejayaan dan mendapatkan
bermacam siksaan berat yang dilakukan oleh orang-orang kafir.
Dengan ini menjadi jelas bahwa 'ubûdiyah (penghambaan diri kepada Allah)
menjadi faktor terwujudnya kejayaan dan kekuasaan. Allah k telah
menjelaskan sifat mereka sebelum berkuasa dan berjaya yaitu mereka
beriman dan beramal shalih, sebagaimana dalam surat an-Nûr. 'Ubûdiyah
(penghambaan diri kepada Allah) itu juga sekaligus sebagai tujuan
istikhlâf dan tamkîn. 'Ubûdiyah adalah hiasan para tentara Allah setelah
istikhlâf dan tamkîn sebagaimana dalam surat al-Hajj.
Jika 'ubûdiyah adalah sebab kejayaan generasi teladan yang pertama dan
paling utama, yaitu Nabi Muhammad n dan para sahabatnya, maka 'ubûdiyah
juga sebagai sebab istikhlâf bagi ath-Thaifah al-Manshurah (golongan
yang ditolong oleh Allah) dan al-Firqah an-Nâjiyah (golongan yang
selamat), yaitu orang-orang yang mengikuti jalan Nabi Muhammad
Shallallahu 'alaihi wa sallam dan para sahabatnya.
Jika anda ragu tentang hal itu, maka renungkanlah penjelasan Rasulullah
Shallallahu 'alaihi wa sallam terhadap generasi yang masih berada dalam
rahim ghaib (yaitu belum muncul, karena belum waktunya, Pent.), dan
generasi itu yang akan menghancurkan dan mencabut Yahudi yang dimurkai
Allah hingga akar-akarnya, demi membersihkan seluruh negara dan
menjauhkan manusia dari tipudaya, kejelekan dan kejahatan mereka.
Telah datang riwayat dari sahabat Abu Hurairah dan Ibnu Umar
Radhiyallahu 'anhuma, bahwa Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda:
لَا تَقُومُ السَّاعَةُ حَتَّى يُقَاتِلَ الْمُسْلِمُونَ الْيَهُودَ
فَيَقْتُلُهُمْ الْمُسْلِمُونَ حَتَّى يَخْتَبِئَ الْيَهُودِيُّ مِنْ
وَرَاءِ الْحَجَرِ وَالشَّجَرِ فَيَقُولُ الْحَجَرُ أَوْ الشَّجَرُ يَا
مُسْلِمُ يَا عَبْدَ اللَّهِ هَذَا يَهُودِيٌّ وَرَائِي فَتَعَالَ
فَاقْتُلْهُ إِلَّا الْغَرْقَدَ فَإِنَّهُ مِنْ شَجَرِ الْيَهُودِ
"Hari kiamat tidak akan datang sehingga kaum muslimin memerangi
orang-orang Yahudi. Kaum muslimin akan memerangi mereka, sehingga
seorang Yahudi bersembunyi di balik batu dan pohon. Batu atau pohon itu
akan berkata: "Wahai muslim, wahai hamba Allah, ini seorang Yahudi di
belakangku, kemarilah, bunuhlah dia," kecuali pohon Gharqad;
sesungguhnya ia termasuk pohon Yahudi". [HR Mutafaq 'Alaihi][1].
Pohon dan batu akan mengangkat suaranya dengan mengatakan: "Wahai
muslim, wahai hamba Allah," ini menjelaskan bahwa para tentara pelopor
iman dan batalyon-batalyon ar-Rahman itu, muslim dan menghambakan diri
kepada Allah Azza wa Jalla Rabb semesta alam.
Dari sini kita memahami urgensi mewujudkan penghambaan kepada Allah
dalam mewujudkan kejayaan umat Islam dan dalam memulai kehidupan yang
lurus di atas jalan kenabian.
Sungguh, pada saat umat Islam berjalan di atas jalan Allah, supaya agama
itu semuanya untuk Allah Azza wa Jalla, maka janji Allah Azza wa Jalla
pasti terwujudkan, yaitu dijadikan penguasa, berjaya, dan diberi rasa
aman. Ingatlah! Sesungguhnya janji Allah pasti benar, dan ingatlah bahwa
syarat dari Allah Azza wa Jalla itu telah diketahui! Maka barang siapa
menghendaki janji yang mulia itu, hendaklah ia menunaikan syaratnya dan
memenuhi perjanjiannya kepada Allah Azza wa Jala. Barang siapa memenuhi
syaratnya, pastilah janji akan dipenuhi. Siapakah yang lebih sempurna
dalam menepati janjinya dibandingkan dengan Allah Azza wa Jalla ?
عَنْ ابْنِ عُمَرَ قَالَ سَمِعْتُ رَسُولَ اللَّهِ n يَقُولُ: إِذَا
تَبَايَعْتُمْ بِالْعِينَةِ وَأَخَذْتُمْ أَذْنَابَ الْبَقَرِ وَرَضِيتُمْ
بِالزَّرْعِ وَتَرَكْتُمْ الْجِهَادَ سَلَّطَ اللَّهُ عَلَيْكُمْ ذُلاًّ
لاَ يَنْزِعُهُ حَتَّى تَرْجِعُوا إِلَى دِينِكُمْ
"Dari Ibnu Umar, dia berkata: Aku mendengar Rasulullah Shallallahu
'alaihi wa sallam bersabda: "Jika kamu berjual-beli 'inah (semacam
riba), kamu memegangi ekor-ekor sapi, kamu puas dengan tanaman, dan kamu
meninggalkan jihad, Allah pasti akan menimpakan kehinaan kepada kamu,
Dia tidak akan menghilangkan kehinaan itu sehingga kamu kembali menuju
agama kamu". [Hadits hasan, riwayat Abu Dawud dan lainnya dengan sanad
yang hasan].[2]
Allah pasti melaksanakan urusan-Nya, tetapi kebanyakan manusia tidak mengetahui
.
[Diterjemahkan oleh Ustadz Abu Isma'il Muslim al-Atsari dari makalah
berjudul "Fiqhul-Istikhlâf, Âyatuhu wa Ghâyatuhu", dari kitab al-Maqalât
as-Salafiyah fil-'Aqidah wad-Da'wah, wal-Manhaj, wal-Waqi', karya
Syaikh Salim bin 'Id al-Hilali -hafizhahullah-, Penerbit Maktabah
al-Furqân, Cetakan I, Tahun 1422 H / 2001 M, halaman 157-160]
[Disalin dari majalah As-Sunnah Edisi 11/Tahun XI/1429H/2008M. Penerbit
Yayasan Lajnah Istiqomah Surakarta, Jl. Solo-Purwodadi Km.8 Selokaton
Gondangrejo Solo 57183 Telp. 0271-761016]
________
Footnotes
[1]. HR Bukhâri, no. 2926 dan Muslim, no. 2922, dan lafazhnya milik Imam Muslim, Pent.
[2]. HR Abu Dawud, no. 3462. Al-Baihaqi, 5/316. Ad-Daulabi di dalam
al-Kuna, 2/65. Ahmad, no. 4825, dan lain-lain. Hadits ini memiliki
banyak jalan, sehingga dihasankan oleh Syaikh al-Albâni dalam
ash-Shahîhah, no. 11, dan Syaikh Ali bin Hasan al-Halabi dalam
al-Arba'un Haditsan fid-Da'wah wa Du'at, no. 2, Pent.
Artikel : www.almanhaj.or.id
Jumat, 29 Maret 2013
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
0 komentar:
Posting Komentar